PENYERANGAN SULTAN AGUNG MATARAM TERHADAP VOC DI BATAVIA PADA TAHUN 1628 DAN 1629




Ditulis Oleh : Devi Novitasari
(Mahasiswa Pendidikan Sejarah Angkatan 2018)


Abstrak

Pada awalnya VOC datang ke Nusantara untuk medapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan Belanda akan repah-rempah. VOC memiliki hak-hak istimewa yang disebut dengan hak octrooi, hak ini yang membuat VOC dapat berlaku sebagai sebuah negara. Untuk mencapai tujuannya VOC melakukan monopoli perdagangan di wilayah Nusantara yang pada saat itu masih dikuasai oleh kerajaan Islam. Monopoli dagang yang dilakukan oleh VOC tentu berbenturan dengan kerajaan Islam di Nusantara selain itu juga VOC berlaku sewenang-wenang sehingga menimbulkan perlawanan-perlawanan dari masyarakat Nusantara, salah satunya adalah perlawanan yang dilakukan oleh Sultan Agung Mataram. Dimana, Sultan Agung ingin menyatukan jawa dibawah Mataram.


Kata kunci. VOC, hak octrooi, Sultan Agung Mataram, perlawanan Sutan Agung Mataram

 

PENDAHULUAN

Lahirnya VOC. Banyak perusahaan pelayara niaga yang mengklaim memegang monopoli perdagangan antara kota masing-masing dengan Asia dengan sendirinya menimbulkna persaingan ketat. Terutama pada harga jual rempah-rempah dari Asia. Persaingan ini mengakibatkan merosotnya keuntungan. Sehingga pihak Amsterdam dan Zeeland memutuskan untuk menyatukan semua perusahaan pelayaran niaga dalam satu perusahaan. Dengan bantuan pemerintah masing-masing, dan intervensi keluarga Oranye (Pangeran Mauritz), tanggal 20 Maret 1602 Staten Generaal mengeluarkan sebuah surat izin (Octrooi) pada sebuah perusahaan yang dinamakan Verenigde Oostindische Compagnie (Serikat Perusahaan Perdagangan di Asia Timur). Octrooi tersebut berlaku 21 tahun dan dapat diperbarui seterusnya. (Poeponegoro, 2010: 29).

Hak octrooi yang diberikan untuk VOC, yaitu seperti, hak monopili, hak untuk membuat uang, hak untuk mendirikan benteng, hak untuk melaksanankan perjanjian dengan kerajaan di Indonesia dan hak untuk membentuk tentara.

Sultan Agung Mataram. Adalah Sultan ketiga kesultanan Mataram yang memerintah pada periode 1613-1645. Dibawah kepemimpinannya Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu. Sultan Agung ingin menyatukan jawa dibawah Mataram selain itu juga, Sultan Agung merupakan seorang pelopor Islam-Jawa yang menjadi tonggak pertemuan dari semakin hijaunya benteng kebudayaan pedalaman terhadap Islamisasi.

Hubungan pasang surut antara Mataram dan VOC sejak tahun 1614 hingga 1921, dimana terkadang Mataram menolak dan terkadang menerima kerjasama dengan VOC. (Gustaman, 2017: 200).

 

PEMBAHASAN

Saat kantor pusat perdagangan VOC masih berada di Ambon, VOC mengirimkan utusannya ke Mataram antara lain Hendrik de Haan, Yan Vos, dan Pieter Franssen. untuk menghadiri penobatan Sultan Agung yang diangkat menjadi Sultan di Mataram, selain itu VOC bertujuan ingin menjalin kerjasama dengan Mataram. Namun, Sultan Agung memerhatikan hal itu dan menganggap VOC berusaha melakukna kolonialismenya yang mengancam kekuasaan politik kerajaan Mataram. (Poesponegero, 2008, 57).

Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC di Batavia disebabkan oleh beberapa hal, yaitu pertama, Sultan Agung menyadari bahwa kehadiran Kompeni Belanda di Batavia dapat membahayakan kesatuan Negara yang dalam hal ini terutama Pulau Jawa. (Sudarmanto, 2007: 206). Dimana Mataram ingin menjadikan pulau Jawa menjadi satu dibawah kekuasaan Mataram. Sebelumnya Sultan Agung juga telah memperingatkan bahwa hubungan Mataram dengan VOC dapat berjalan dengan baik apabila VOC tidak mengahalangi Mataram untuk mencapai ambisinya tersebut. Namun, Pihak Belanda telah melakukan apa yang telah diperingatkan oleh Sultan Agung,yakni dengan telah merebut suatu bagian Pulau Jawa yaitu Batavia.

Bagi Sultan Agung, Batavia merupakan kota yang dapat merugikan kerajaannya. Karena merupaka jalur perdagan yang mengubungakan Mataram dengan Malaka Hubungan antara Mataram dan Malaka dipersukar oleh Batavia. Sultan Agung menganggap bahwa hanya ada satu cara untuk melepaskan diri dari Batavia yaitu dengan mengahancurkan kota tersebut. Sudah berkali-kali ia mengirim utusan kepada VOC untuk mengirim wakil kepadanya, tetapi hal itu tidak dilakukan oleh pihak VOC. Atas dasar inilah raja Mataram mengadakan persiapan untuk menyerbu Batavia. Pantai utara tertutup bagi perdagangan asing. Mereka yang datang ke Mataram ditahan bahkan kantor dagang Inggris pun ditutup. (Poesponegoro, 2008:  377-378).

Penyerangan Sultan Agung ke Batavia dilakukan dua kali penyerangan. Penyerangan pertama. Tanda-tanda pertama bahwa orang Mataram akan merencakan sesuatu yang luar biasa adalah penutupan hampir seluruh pantai Jawa atas perintah Tumenggung Baureksa dari Kendal. Penutupan ini telah dimulai pada awal tahun 1628. Berita tentang penyerangan Raja Mataram terhadap Batavia dengan 48.000 atau 100.000 pasukan masih tetap gencar. Pada tanggal 13 April 1628, Kia Rangga tiba di Batavia dengan 14 kapal yang bermuatan beras. Ia memohon bantuan kepada Belanda agar membantu Sultan Agung melawan Banten. Permohonan pertama dipertimbangkan oleh pemerintah pusat, tetapi permohonan selanjutnya ditolak karena semua pelabuhan jelas ditutup dengan ketat. (Graaf, hlm. 177). Karena VOC tidak bersedia memberikan bantuan angkatan laut kepadanya, maka tidak ada satu alasan pun bagi Sultan Agung untuk membiarkan kehadiran mereka di Pulau Jawa. (Soekirno, 1993: 8).

Pada tanggal 22 Agustus 1628, Tumenggung Baureksa (Panglima tertinggi armada Jawa) tiba di pelabuhan Batavia dengan 50 kapal yang lengkap dengan perbekalan yang sangat banyak. Perbekalan tersebut terdiri dari 50 gorab dan kapal-kapal yang memuat 150 ekor ternak, 120 last beras, 10.600 ikat padi, 26.000 kelapa, 5.900 ikat batang gula, dan sebagianya dilengkapi dengan tidak kurang dari 900 awak kapal. Hal ini membuat VOC menjadi prihatin. sehingga sebagian hewan diturunkan dan sebagian kapal-kapal besar ditahan di luar pelabuhan yang menimbulkan kemarahan pasukan Mataram.  Setelah 2 hari yaitu tanggal 24 Agustus muncul lagi 7 buah perahu yang singgah untuk meminta izin perjalanan ke Malaka. VOC mencoba untuk tidak mempertemukan kapal-kapal yang tiba dahulu dan yang belakangna karena khawatir kapal-kapal yang baru akan memberikan senjata-senjata kepada perahu lainnya. usaha ini gagal.

Pagi hari 20 buah perahu menyerang pasar dan benteng yang tidak siap. Orang-orang Mataram yang datang dengan perahu-perahu itu mendarat. Mereka berhasil mencapai benteng dan menyerbu benteng VOC. (Graaf, hlm. 63). Dalam menghadapi kekuatan Mataram, kompeni mengorbankan daerah sekitar benteng, dengan membakar kampung di dekat benteng dan membuat parit untuk prajurit yang mampu maju mendekati benteng. Hal ini membuat Mataram terpaksa menarik pasukannya agak jauh. Tujuh perahu yang  datang pada tanggal 24 Agustus. Melihat hasil penyerbuan ke benteng meminta banyak korban, tidak mendekati Batavia tetapi mendekati Marunda dimana pada keesokan harinya, 26 Agustus 1628 pasukan dibawah pemimpin Tumenggung Baureksa mendarat.

Tanggal 21 September 1628 tentara mulai menyerang benteng Hollandia. Mereka mencoba menaiki benteng dengan tangga. Sambil melakukan penyerangan dimana untuk mengurangi perhatian pada penyerbuan atas benteng Holandia. Namun, orang Belanda dapat mencium taktik mereka shingga mengubah sikap pertahanan menjadi pernyerangnan. Dari tahanan yang ditahan kompeni dapat keterangan bahwa masih terdapat kira-kira 4000 prajurit Mataram yang berkeliaran di hutan mecari makan. Berdasarkan kerterangan ini kompeni mengutus Jacques Lefebres untuk menyerang sisanya. Lefebres mengadakan penyerbuan ke perkampungan yang dimana mengakibatkan Tumenggung Baureksa dan putranya gugur dan banyak perahu Mataram yang berlabuh di Sungai Marunda dimusnahkan.

Kemudian pasukan bantuan Mataram di bawah pemimpin Panglima Tumenggung Sura Agul-Agul yang dibantu Kyai Dipati Mandurareja dan Upa Snata datang untuk memperkuat pasukan sebelumnya. Mengetahui Batavia masih di tangan kompeni mereka berecana membentung sungai Ciliwung,seperti yang dilakukan terhadap Surabaya, agar Batavia kekurangan air. Namun, usaha ini gagal, karena musim peghujan tiba.

Satu-satunya serangan pada masa pengepungan ini adalah dengan penyerangan ke benteng Hollandia. Pertama dengan mengerahkan 100 prajurit kemudian 300 prajurit namun sebagian kalah tertembak dan melarikan diri sehingga mengakibatkan penyerangan pada benteng Hollandiapun gagal. Karena kegagalan menundukan musuh Mandurareja dan Upa Santa dan anak buahnya di hukum mati. Dan ini pun mengahkiri penyerbuan ke Batavia pada tahun 1628.

Ditahun berikunya. 1629, sebelum melakukan penyerangan dipersiapkan pasokan logistik di sepanjang rute perjalanan seperti Tegal dan Cirebon. Mataram menjadikan Tegal dan Cirebon sebagai gudang beras untuk persedian makanan prajurit namun hal ini bocor dan diketahui oleh orang-orang VOC sehingga persediaan di Tegal dibakar habis.

Tentara Mataram berangkat menuju Batavia dibagi menjadi dua gelombang yang pertama terdiri atas artileri dan amunisi yang berangkat pada pertengahan Mei 1629, adapun gelombang kedua ialah pasukan infanteri yang berangkat pada tanggal 20 juni 1629. Pasukan itu dipimpin oleh Kyai Adipati Juminah, K.A. Purbaya, dan K.A. Puger. Mereka dibantu oleh Tumenggung Singaranu, Raden Aria Wiranatapada, Tumenggung Madiun dan K.A. Sumenep. Pada tanggal 31 Agustus 1629 hampis seluruh pasukan Mataram tiba di sekitar Batavia.

Pada tanggal 4 Juli pihak VOC mulai memusnahkan 200 kapal, 400 rumah, dan satu gunungan padi. Akibat dari dimusnahkannya gudang beras Mataram, usaha pengepungan Batavia tidak berlagsung lama. Meskipun demikian, mereka tetap mendekati benteng Hollandia, dengan melalui parit-parit para prajurit Mataram berhasil meruska benteng Hollandia. Setelah berhasil mereka menuju benteng Bommel, dan menyerngnya dengan kekuatan 200 prajurit, disini meraka gagal.

Hari-hari berikutnya prajurit Mataram menuju ke Benteng VOC, dan pada tanggal 21 September 1629 tembakan dimulai terhadap benteng VOC. VOC mebiarkan penembakan bentengya hingga persediaan mesiu habis. Sementara tembakan-tembakan dilancarakan terhadap benteng Belanda, Jan Pieterszoon Coen meniggal diserang penyakit. (Poesponegoro, 2009: 380). Kemungkinan besar Jan Pieterszoon Coen terjangkit penyakit kolera. (Poerponegoro: 2010: 47).

Diketahui bahwa pasukan Mataram menderita kelaparan, hal ini diakibatakan Belanda mengahalangi bantuan makanan dengan menyerang suplai makanan Mataram sebelumnya. hal ini mgakibatkan melemahnya pertahanan Mataram. Setelah lima minggu pasukan susuhunan yang besar itu harus mundur karena pukulan, dengan mininggalkan tumpukan  dan gungukan mayat manusia dan binatang yang telah mati karena kelaparan dan kelelahan. (Hall, 1988: 275).

Mataram terus –menerus mencari bantuan dari Malaka yang ada di bawak kekuasaan Portugis. Namun, harapan bantuan dari Malaka yang ada di bawah kekuasaan Portugis pun menghilang karena pada tahun 1641 VOC berhasi menguasai Malaka dan orang-orang Portugisun kehilangna tempat berpijak di Nusantara. (Poesponegoro, 2008: 381). Hubungan Mataram dan Portugispun dibatalkan.

Penyerangan di tahun 1629 ini mengakibatkan pihak Mataram mengalami banyak penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kelaparan, tentarannya pun bercerai-berai dalam perjalanan pulang mereka. Sedangkan VOC hanya menderita sedikit kerugian. Ambisi Sultan Agung tidak seimbang dengan kemampuan militer dan logistiknya sehingga telah membawa dirinya ke dalam kehancuran di depan Batavia. Semenjak itu, tentara Mataram tidak pernah lagi menyerang Batavia. (Ricklefs,hlm. 90). Kegagalan ini pun mengakibatkan pemberontakan di Mataram seperti yang dilakukan Madura dan Surabaya yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mataram.

 

KESIMPULAN

Penyerangan yang dilakukan oleh Sultan Agung terhadap VOC dilatar belakangi karena VOC menolak bekerja sama dengan Mataram saat itu VOC sudah menguasai Batavia dan Batavia merupakan daerah yang menghubungkan jalur perdagangan antara Mataram dan Malaka sehingga Mataram terlebih dahulu mengajukan kerja sama karaena melihat VOC yang juga kuat saat melaukan perebutan Jayakarta, yang kemudian menjadikan Jayakarta sebagi kantor pusat VOC.

Penolakan VOC terhadap kerjasama yang diajukan Mataram tersebut  mengakibatkan Sultan Agung menyatakan perang terhadap VOC di Batavia. Sultan Agung melakukan dua kali penyerangan ke Batavia namun keduanya gagal. Dimana pada penyerangan yang kedua yang dilakukan pada tahun 1629 menjadi boomerang untuk kesultanan Mataram yang selain mengakibatkan pertahanan Mataram yang melemah karena kelaparan dan kelelahan yang diakibatkan diserangnya suplai makanan oleh VOC. Dan, Terjadi pemberontakan di Mataram dimana terdapat beberapa daerah di bawah kekuasaan Marartam ingin membebaskan diri dari Mataram.

 

DAFTAR PUSTAKA

Graaf. 2002. Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung. Jakarta: Pusakan Utama Grafiti.

Gustaman, Faisal Ardi. 2017. Buku Babon Kerajaan-Kerajaan Nusantara. Yogyakarta: Briliant Books kelompok penrbit CV Briliant

Hall. 1988. Sejarah Asia Tenggara. Surabaya: Usaha Nasional.

Poeponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka.

Poeponegoro, Marwati Djoened. 2010. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid IV. Jakarta: Balai Pustaka.

Ricklefs. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Edisi ke 4. Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Serambi. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Soekirno, Ade. 1993. Cerita Rakyat Jawa Tengah: Pangeran Samber Nyawa. Jakarta: Grasindo.

Sudarmanto.2007. Jejak-Jejak Pahlawan: Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia. Jakarta: Grasindo. 

 

Web

https://docplayer.info/31912204-Bab-iv-perlawanan-sultan-agung-terhadap-voc-a-latar-belakang-perlawanan-sultan-agung-terhadap.html. Diakses pada tanggal 8 Mei 2019.


1 تعليقات

إرسال تعليق

أحدث أقدم