Abstrak
Tujuan
dari penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang kebijakan pada masa politik
etis atau yang biasa disebut trilogi Van Deventer. Sebagaimana
diketahui bahwa Kemerosotan kesejahteraan Penduduk pribumi. Pulau Jawa
melatarbelakangi lahirnya Politik Etis. Ratu Wihelmina, dalam pidato pembukaan
di parlemen Belanda mengatakan bahwa Pemerintah kolonial Belanda di penghujung
era Sistem Liberal. Memiliki tugas Moral, di dalam pidato tersebut tersirat
pengakuan bahwa Pemerintah Belanda memiliki Hutang Budi (Ereschuld) yang
merupakan tujuan utama, yaitu memperbaiki ekonomi koloni dan penduduk
Pribumi dimana Politik etis dipusatkan
membangun irigasi, menyelenggarakan imigrasi, dan memberikan sebuah pendidikan
bagi bangsa Indonesia. Politik etis menuntut bangsa Indonesia kearah kemajuan,
namun tetap bernaung di bawah penjajahan Belanda. Sistem irigasi ada
dimana-mana, masyarakat mengenal sistem
pertanian dan perkebunan modern. Emigrasi atau trasmigrasi, dimana
masyarakat dikirim keluar pulau Jawa,
masyarakat Indonesia menjadi kenal satu sama lain dan membangun hubungan yang
baik.
Kata Kunci : Politik
Etis, Kemerosotan, Hutang Budi
PENDAHULUAN
Perkembangan
baru dalam politik Belanda di Indonesia terjadi di Indonesia sekitar awal abad ke-20. Politik baru yang
perkembangannya berpedoman pada peningkatan kemajuan rakyat Indonesia. Politik
baru tersebut disebut dengan ethische politic, yang berarti politik haluan
utama (Mulyono, 1968:99).
Menurut
Ricklefs, (2007:319). Pada permulaan abad ke-20, kebijakan penjajahan Belanda
mengalami perubahan arah yang paling mendasar dalam sejarahnya. Kekuasaannya
memperoleh definisi kewilayahan baru dengan selesainya upaya-upaya penaklukan
yang dilakukan sebelumnya. Kebijakan kolonial Belanda tersebut kini juga
memiliki tujuan baru. Politik Etis berakar pada masalah kemanusiaan dan
sekaligus pada keuntungan ekonomi. Kecaman-kecaman terhadap pemerintah kolonial
Belanda yang dilotarkan dalam novel Max Havelaar (1860) dan dalam dalam
berbagai pengungkapan lainnya mulai membuahkan hasil. Semakin banyak suara
Belanda yang mendukung pemikiran untuk mengurangi penderitaan rakyat Jawa yang
tertindas (Galih, Dhimas Rangga & Artono, 2017: 752).
Sepanjang abad kesembilan belas,
surplus tanah koloni telah diserap setiap tahun sebagai upeti ke kas Belanda. Sebagai berkat pembayaran ini, Belanda dapat memodernisasikan dan
membangun masyarakat borjuis yang sukses. Menjelang masa Depresi, Partai
Liberal telah menjadi arus dominan dalam pembuatan kebijakan dan politik di
Belanda. Periode Politik Etis sebenarnya tergantung pada penaklukan militer
dalam waktu yang bersamaan dengan itu, karena hanya ketika Hindia Belanda
tergabung ke dalam satu entitas tunggal saja yang memiliki tujuan modernisasi
sampai dapat dicapai. Di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal van Heutsz
jaringan kereta api diperluas di Jawa dan Sumatera, monumen kuno seperti Candi
Borobudur dipugar, dan kesempatan pendidikan diperluas
selebar-lebarnya(Vickers, Adrian, 2011: 24-27).
Politik Etis berakar pada masalah
kemanusiaan dan sekaligus pada keuntungan ekonomi. Di Hindia Timur pada
tahun-tahun permulaan abad kedua puluh, orang telah mulai bekerja mengembangkan
semangat Politik Etis. Di abad ke-19, sebagian orang Belanda sudah mulai
prihatin terhadap kesejahteraan dan status pribumi. Bangsa Indonesia
membutuhkan sebuah perubahan kehidupan perekonomian dan pendidikan. Kemauan
dari politik etis yang diberikan oleh bangsa Belanda terhadap bangsa Indonesia
yang lemah secara adil. Untuk menumbuhkan kesadaran diri dan perasaan
individualisme pada elit baru Indonesia
yang berpendidikan Barat itu sebenarnya suatu pengurangan terus menerus
meningkatkan martabat mereka, yang berakibat pada pengurangan kekuasaan tata
pemerintahan pribumi (Van Niel, Robert, 1984: 58).
Van Deventer mendapat inspirasi
untuk tulisannya didasarkan atas pandangannya terhadap politik penghisapan yang
dilakukan oleh bangsa penjajah terhadap masyarakat Hindia-Belanda (Indonesia).
Ia menganggap bahwa masyarakat Hindia-Belanda sudah cukup mengalami penderitaan
dalam upaya untuk memakmurkan perekonomian negara Belanda. Menurut Van
Deventer, sudah saatnya pemerintah Belanda memperhatikan kemajuan rakyat
jajahannya. Pemerintah Belanda harus menebus hutangnya kepada masyarakat
pribumi dengan memberikan prioritas utama yaitu
mensejahterakan mereka (Utomo, 1995: 13).
Melihat latar belakang dari proses
pembetukan sistem Politik Etis dengan trilogi Van Deventernya, maka penulis
ingin mengungkapkan bagaimana proses pelaksanaan dari Politik Etis tersebut
serta dampak yang ditimbulkan setelah diberlakukannya sistem politik tersebut.
PEMBAHASAN
·
Proses
Pelaksanaan Politik Etis
Pelaksanaan politik etis oleh
pemerintah kolonial Belanda, sudah pasti, tidak lepas dari kepentingan kolonial
Belanda. Politik etis menuntun bangsa Indonesia kearah kemajuan, namun tetap
bernaung di bawah penjajah Belanda. Politik Etis secara resmi ditetapkan pada
bulan September 1901, ketika Wilhelmina menyampaikan pidato tahunan. Awal mula
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, bahwa Belanda memperhatikan pribumi
dan membantu Indonesia saat mengalami kesulitan.Tidak ada tekad baik dan
keikhlasan hati yang tulus untuk melaksanakannya. Mereka berbuat demikian
karena takut kritik dan takut kalau tetap membiarkan penderitaan penduduk
pribumi terus menerus akan memicu timbulnya perlawanan rakyat secara meluas
atau terus menerus. Yang kolonialistik-eksploitatis (Daliman, A, 2012: 72).
Pada17 September 1901 Ratu Belanda,
yaitu Ratu Wilhelmina (1890-1948) mengumumkan mengenai suatu penyelidikan
tentang taraf kesejahteraan masyarakat yang berada Jawa. Isi pidato dari Ratu
Belanda yaitu “sebagai negara Kristen, Nedherland berkewajiban di Kepulauan
Hindia-Belanda untuk lebih memperhatikan penduduk pribumi, memberikan jalan
yang tegas terhadap Kristenisasi, serta meresapi keseluruhan tingkah laku
pemerintah dengan kesadaran bahwa Netherland mempunyai meringankan beban bangsa
Indonesia dengan adanya kebijakan politik etis pada daerah ini. Berhubungan dengan itu, kesejahteraan rakyat Indonesia yang telah
mengalami masa penjajahan selama bertahun-tahun. Politik Etis
dimulai secara resmi setelah pidato dari Ratu Belanda dan merupakan pertanda
bagi dimulainya zaman baru bagi
masyarakat Indonesia (Nasution, 1983: 15).
Dalam misi untuk menyelidiki
kemerosotan kemakmuran di Jawa, pada tahun 1904 Menteri Idenburg menugaskan Van
Deventer dan beberapa rekannya yang juga
mendukung jalannya Politik Etis yaitu G.P. Rauffaer, E.B. Kielstra, dan D. Fock
untuk membuat sebuah ikhtisar keadaan. Ikhtisar tersebut dibuat dengan menunggu hasil verifikasi penjajahan yang
telah menyengsarakan rakyat pada tahun yang sama
(1904). Setelah melaksanakan politik pintu terbuka, pemerintah Hindia Belanda
memasuki periode kapitalisme modern. Hasil revolusi Industri selama dua puluh
tahun sebelumnya terwujud dalam perkembangan industri, perkapalan, perbankan,
dan komunikasi yang modern. Laporan tersebut berisi mengenai kemunduran masyarakat Jawa. Laporan yang dibuat Van Deventer kemudian memiliki
peran yang cukup penting dan kemudian diserahkan kepada pemerintah di Negeri
Belanda. Laporan yang dibuat oleh Van Deventer kemudian dijadikan sebagai
usulan, namun mendapat tentangan dari kaum Liberal dan Demokrat Radikal.
Pengairan, kredit pertanian, dan emigrasi mendapat perhatian, namun tidak
dengan pendidikan yang malah diabaikan (Niel, 1984: 58).
Semua ini
berlangsung dalam suatu lingkungan ekonomi yang sedang berubah dengan cepat.
Aksi-aksi penaklukannya didaerah-daerah diluar Jawa telah memperluas kekuasaan
Belanda atas wilayah-wilayah di Nusanntara
yang lebih penting dalam pembangunan ekonomi baru dari pada Jawa. Ada dua jenis
komoditi yang sangat penting untuk menempatkan Indonesia pada garis depan bagi
kepentingan perekonomian dunia pada abad ke-20, yaitu minyak bumi dan karet
(Ricklefs, 2007:320-321).
Pada abad
ke-19 sebagian orang Belanda sudah mulai prihatin terhadap kesejahteraan dan
status masyarakat pribumi. Mereka kemudian melakukan usaha-usaha secara pribadi
untuk perbaikan keadaan. Orang-orang yang berusaha membantu dalam meningkatkan
kemakmuran Hindia-Belanda yaitu pertama K. E. Holle
merupakan seorang yang membantu langsung dalam bidang pertanian kepada orang
Sunda dan berusaha untuk memperbaiki keadaan negeri dan penduduk
Hindia-Belanda. Kedua, C. Snouck Hurgronje merupakan penasihat yang berhubungan
dengan soal-soal pribumi. Beliau merupakan orang yang telah menguasai
pengetahuan mengenai kehidupan dan adat kebiasaan penduduk Jawa pada tahun
1890. Beliau juga memberikan konsep tentang memberikan pendidikan, pengairan
dan perpindahan penduduk. Untuk pendidikan yang pada awalnya hanya untuk kaum
priyayi, namun karena adanya kebutuhan birokrasi yang semakin meningkat, maka
banyak anak priyayi rendah dan bahkan orang biasa dapat masuk pendidikan Barat
di Hindia-Belanda (Indonesia). Ketiga,W.P.D. de Wolff van Westerrode yang
meletakkan dasar-dasar pengorganisaian Bank Kredit untuk Simpan Pinjam dan
Pertanian yang mengadakan perlindungan terhadap hutang-hutang (Niel, 1984: 60).
Di bawah
Abendanon, politiketis yang memberikan pendidikan bergaya eropa dan pemakaian
bahasa Belanda lebih diutamakan. Pada tahun 1900, tiga hoofdensholen Sekolah
para kepala yang lama di Bandung, Magelang, dan Probolinggo disusun kembali
menjadi Sekolah-Sekolah yang nyata-nyata direncanakan untuk menghasilkan
pegawai pemerintah dan diberi nama baru OSVIA (Opleiding Scholeh Voor
Inlandsche Ambtenaren, Sekolah pelatihan untuk pejabat pribumi). Pejabat
pribumi di Sekolah di bimbing dan diajari cara melaksanakan kewajiban dalam
birokrasi pemerinntahan nantinya. Masa pendidikannya berlangsung 5 untuk
menyelesaikan pendidikan di Sekolah rendah Eropa (Galih, Dhimas Rangga &
Artono, 2017: 757).
Penduduk pribumi hanya berkaitan
dalam proyek-proyek infrastruktur saja. Dimana mempunyai kaitan lebih langsung
dengan kesejahteraan adalah proyek-proyek pengairan yang diupayakan pemerintah
namun tidak selalu berhasil. Suatu rencana yang akan diupayakan
dalam mengalirkan sungai Bengawan Sala harus diabaikan setelah melalui
perjalanan panjang padahal telah menelan dana sekitar 17 juta gulden. Meskipun
demikian, luas kawasan persawahan yang dapat diairi antara tahun 1885 dan 1930
meningkat sekitar 1,8 kali lipat. Arti pentingnya dapat dilihat pada perspektif
jumlah penduduk yang juga meningkat dengan jumlah yang kira-kira sama dalam
periode yang sama. Pemerintah kolonial Belanda gagal
membuat kebijakan yang dapat mendorong
industrialisasi di Indonesia (Ricklefs, 2007:325-326)
Pemerintah Belanda memegang peranan
penting dalam pendidikan. Perubahan pendidikan tidak akan terjadi tanpa adanya
persetujuan Gubernur Jenderal atau dewan pendidikan yang bertindak atas nama
pemerintah kolonial Belanda. Pendidikan pada masa kolonial Belanda tidak
didasari oleh adanya struktur organisasi yang teratur, sebab pendirian lembaga
pendidikan hanya sebagai wujud usaha pemerintah Belanda untuk mempermudahkan dalam pelaksanaan politiknya. Adanya lembaga pendidikan, menjadikan
masyarakat berpacu untuk meningkatkan intelektual bangsa, walaupun kebijakan
pendidikan masih terbatas (Ismawati, Dwi
Nur, dkk, 2017: 284-285).
Agar seseorang atau sekelompok orang
yang memiliki kekuasaan sekaligus juga dapat mempunyai kewenangan atas
kekuasaan itu, maka yang bersangkutan dapat memperolehnya melalui berbagai
sumber kewenangan yang ada. Melalui sumber-sumber kewenangan tersebut yang
dimilikinya, dan berbagai macam cara yang dapat ditempuh untuk memperolehnya.
Kewenangan atau wewenang dapat diperoleh dari sumber-sumber instrumental.
Sumber kewenangan ini menunjukkan bahwa hak untuk memerintah berasal dari
instrumen yang dimilikinya, seperti keahlian, keterampilan ataupun kekayaan.
Adanya seseorang untuk mempunyai kewenangan atau hak untuk memerintah karena
dimilikinya keahlian di bidang tertentu ataupun kekayaan yang melimpah
(Haryanto, 2005: 13-16).
Banyak sekali usaha yang dijalankan
di bidang pendidikan, dan hasil hasilnya sering kali membuat bangga para
pejabat Belanda. Semua Politik Etis dan Pengaruhnya bagi Lahirnya Pergerakan mendukung politik Etis menyetujui
ditingkatkannya dunia pendidikan bagi bangsa Indonesia dan memeratakan kesejahteraan rakyat Indonesia atas Hindia
Belanda. Para tokoh Belanda yang mendukung politik etis mengupayakan supaya
politik etis terealisasi bagi rakyat Indonesia. Pendekatan elitis diharapkan
dapat memberikan sumbangan secara langsung bagi kesejahteraan. Tak satu
kebijakan pun dijalankan dengan dana yang cukup memadai, dan tak satu pun
menghasilkan apa yang diinginkan oleh para pendukungnya (Ricklefs,
2007:329-330).
·
Pengaruh
Politik Etis Terhadap Kebangkitan Nasional
Kebijakan Politik Etis pemerintah
Kolonial Belanda dalam mendirikan Sekolah-sekolah bagi anak-anak pribumi
merupakan langkah awal dalam perjuangan pemuda di Indonesia. Meskipun sebagian
besar yang diperbolehkan sekolah adalah
anak-anak dari para bangsawan pribumi (elit
pribumi), namun kemudian para anak bangsawan itu muncul sebagai kaum intelek yang memikirkan nasib bangsanya yang
tertindas. Para pemuda lulusan
sekolah-sekolah tinggi kehakiman, kedokteran dan teknik yang kemudian
berperan dalam perjuangan para pemuda Indonesia kalangan terpelajar. Pada
awalnya, perjuangan pemuda Indonesia dimulai dari Sekolah Menengah
(STOVIA, OSVIA dan sekolah pertanian), namun kemudian mahasiswa dari sekolah
tinggi pun ikut mengambil bagian. Lulusan sekolah-sekolah menengah maupun
sekolah tinggi itu yang kemudian menjadi pioner dalam perjuangan bangsa Indonesia dan pergerakan emansipasi kemerdekaan
(Leirissa, 1985: 29).
Melalui surat kabar dapat dilihat
kondisi kaum pribumi pada masa kolonial Belanda, antara lain keterpurukan hidup
yang dialami masyarakat Indonesia dalam berbagai bidang, status yang rendah
bila dibandingkan dengan golongan Eropa, diskriminasi antara pribumi dan
Belanda (Kartodirjo, 2014: 115-116).
KESIMPULAN
Bangsa Belanda di negeri Belanda
memprotes kebijakan sebelumnya yang tidak memperhatikan kehidupan masyarakat
Indonesia . Pada akhir abad XIX, para pegawai
kolonial baru yang datang dari negeri Belanda menuju Indonesia sudah memiliki
suatu pemikiran tentang pemerintah kolonial ini. Berbekal pengetahuan dasar
dari isi novel Max Havelaar, sebagian besar pegawai kolonial ini membawa
pemikiran etis ke Hindia Belanda. Politik etis membawa sedikit perubahan dalam
kehidupan bangsa Indonesia. Dimana ada tiga kebijakan baru yang diterapkan,
yaitu pendidikan (education), irigasi (pengairan) dan emigrasi (perpindahan
penduduk). Adanya politik etis ini masyarakat diharapkan memiliki hidup yang
lebih baik dan makmur. Politik etis ini ternyata hanya menguntungkan pemerintah
Belanda, dimana kebijakan politik etis ini hanya memberikan banyak manfaat bagi
bangsa Kolonial Belanda dan bangsa asing lain di Indonesia. Kebijakan politik
etis seperti pengairan atau irigasi hanyalah untuk kepentingan perkebunan
bangsa Belanda dan bangsa asing lainnya, seperti program trasmigrasi atau
perpindahan penduduk dari Jawa ke Sumatera,
Kalimantan dan
pulau-pulau yang kurang jumlah penduduknya, ternyata hanya untuk
perkebunan bangsa Belanda, begitu juga bidang Edukasi atau pendidikan hanya
untuk anak-anak keturunan bangsa Belanda, bangsa Eropa dan anak para bangsawan
lokal yang mampu menempuh dunia pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Daliman, A, (2012). Sejarah Indonesia Abad XIX-Awal Abad XX. Yograkarta:
Ombak. Diakses pada tanggal 13 Mei 2019, dari Jurnal HISTORIA Volume 6, Nomor
2, Tahun 2018, ISSN 2337-4713 (e ISSN 2442-8728.Tersedia pada: https://www.researchgate.net
Galih, Dhimas Rangga & Artono, (2017). Penerapan Politik Etis di
Surabaya Tahun 19111930. Avatara Jurnal Pendidikan Sejarah Volume 6, Nomor 3.
Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Unnesa. Surabaya. Diakses pada tanggal 13 Mei
2019, dari Jurnal HISTORIA Volume 6, Nomor 2, Tahun 2018, ISSN 2337-4713
(e-ISSN 2442-8728.Tersedia pada: https://www.researchgate.net
Haryanto, (2005). Kekuasaan Elit Suatu Bahasan Pengantar. Yogyakarta: JIP
Fisipol UGM. Diakses pada tanggal 13 Mei 2019, dari Jurnal HISTORIA Volume 6,
Nomor 2, Tahun 2018, ISSN 2337-4713 (e-ISSN 2442-8728.Tersedia pada: https://www.researchgate.net
Ismawati, Dwi Nur, dkk.(2017). The Intelectual’s Contribution In The
National Movement ofIn Indonesian 1908-1928. Jurnal Historica Volume1, Issue.
1. History Education Program Unej. Jember. Diakses pada tanggal 13 Mei 2019,
dari Jurnal HISTORIA Volume 6, Nomor 2, Tahun 2018, ISSN 2337-4713 (e-ISSN
2442-8728.Tersedia pada: https://www.researchgate.net
Kartodirjo, S. (2014). Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan
Nasional.Yogyakarta: Ombak. Diakses pada tanggal 13 Mei 2019, dari Jurnal
HISTORIA Volume 6, Nomor 2, Tahun 2018, ISSN 2337-4713 (e-ISSN
2442-8728.Tersedia pada: https://www.researchgate.net
Leirissa, R.Z. (1985). Sejarah Masyarakat Indonesia 1900-1950. Jakarta:
Akademika Pressindo. Diakses pada tanggal 13 Mei 2019, dari Jurnal HISTORIA
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2018, ISSN 2337-4713 (e-ISSN 2442-8728.Tersedia pada: https://www.researchgate.net
Mulyono, S. (1968). Nasionalisme Sebagai Modal Perjuangan Bangsa Indonesia
I.Jakarta: Balai Pustaka. Diakses pada tanggal 13 Mei 2019, dari Jurnal
HISTORIA Volume 6, Nomor 2, Tahun 2018, ISSN 2337-4713 (e-ISSN 2442-8728.Tersedia
pada: https://www.researchgate.net
Nasution, (1983). Sejarah Pendidikan Indonesia. Bandung: Bumi Aksara.
Diakses pada tanggal 13 Mei 2019, dari Jurnal HISTORIA Volume 6, Nomor 2, Tahun
2018, ISSN 2337-4713 (e-ISSN 2442-8728.Tersedia pada: https://www.researchgate.net
Niel, R.V. (1984). Munculnya Elit Modern Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.
Diakses pada tanggal 13 Mei 2019, dari Jurnal HISTORIA Volume 6, Nomor 2, Tahun
2018, ISSN 2337-4713 (e-ISSN 2442-8728.Tersedia pada: https://www.researchgate.net
Ricklefs, M.C. (2007). Sejarah Indonesia Modern (1200-2004).Jakarta:
Serambi Alam Semesta. Diakses pada tanggal 13 Mei 2019, dari Jurnal HISTORIA
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2018, ISSN 2337-4713 (e-ISSN 2442-8728.Tersedia pada: https://www.researchgate.net
Utomo, C.B. (1995). DinamikaPergerakan Kebangsaan Indonesia: Dari
KebangkitaHingga Kemerdekaan. Semarang: IKIP Semarang Press. Diakses pada
tanggal 13 Mei 2019, dari Jurnal HISTORIA Volume 6, Nomor 2, Tahun 2018, ISSN
2337-4713 (e-ISSN 2442-8728.Tersedia pada: https://www.researchgate.net
Vickers, Adrian.(2011). Sejarah IndonesiaModern. Yogyakarta: Insan Madani.
Diakses pada tanggal 13 Mei 2019, dari Jurnal HISTORIA Volume 6, Nomor 2, Tahun
2018, ISSN 2337-4713 (e-ISSN 2442-8728.Tersedia pada: https://www.researchgate.net
Posting Komentar