EKSISTENSI MASJID CIKONENG TAK SETINGGI MERCUSUAR


Ditulis Oleh: Rully Aprilia
(Mahasiswa Pendidikan Sejarah Angkatan 2017) 

Abstrak

Dalam penulisan ini membahas mengenai Masjid Cikoneng yang kesejarahanya sudah mulai memudar dan hampir hilang pada masyarakat Banten. Permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini yaitu mengenai geohistori Banten, Banten pada masa kesultanan, Kesejarahan dari Masjid Cikoneng, serta analisis arsitektur dari bangunan Masjid Cikoneng. Manfaat dari penulisan ini untuk mengetahui dalam dan menganalisis mengenai sejarah dari bangunan Masjid Cikoneng ini sehingga eksistensi dari segi kesejarahan masjid ini tidak tertinggal oleh eksistensi kesejarahan dari Mercusuar. Masjid Cikoneng ini merupakan bangunan peninggalan dari masa Kesultanan Banten dan wujud dari kerja sama Kesultanan Banten dengan Kerajaan Islam di Lampung, dan Masjid ini sudah berdiri sebelum Mercusuar didirikan.  

Kata Kunci: Geohistoris Banten, Kesultanan Banten, Masjid Cikoneng


PENDAHULUAN


Di ujung barat pulau Jawa terdapat sebuah provinsi yang bernama Banten. Provinsi ini memiliki luas wilayah 8.800,83 Km2, dan terdiri dari empat Kabupaten, yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang, Tanggerang, dan terdiri dari dua kota yaitu, Tanggerang dan Serang (Sumber: Statistika Kependudukan Banten) . Dengan jumlah penduduk yang cukup banyak. Dilihat dari kesejarahannya Banten dahulu merupakan bentuk Kerajaan Islam. Terbentuknya Kerajaan Banten yang bermula pada adanya usaha dari Demak dalam ekspansinya ke arah barat berupa pemukiman perintis yang dipimpin oleh Nurullah tersebut. Peristiwa ini dapat di perkirakan terjadi pada tahun 1525 dan dapat dianggap sebagai pendiri Kerajaan Banten (Sartono Kartodirdjo,2014:39).

 

PEMBAHASAN

Kerajaan Banten pertama kali di pimpin oleh seorang Sultan yang bernama Sultan Hasanudin. Sultan Hasanudin pun meninggal di tahun 1570, setelah Sultan Hasanudin meninggal, kekuasaan di Kerajaan Banten di gantikan oleh Sultan Maulana Yusuf yaitu anak dari Sultan Hasanudin.

Setelah Sultan Maulana Yusuf meninggal dunia digantikan oleh Sultan Maulana Muhammad. Hingga Banten mengalami masa kejayaannya di masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mengalami puncak kejayaan di masa kekuasan Sultan Ageng Tirtayasa di beberapa bidang seperti bidang politik, perekonomian, perdagangan, kebudayaan, dan agama Banten (Sartono Kartodirdjo,2014:39). Pada akhirnya Banten mengalami kemunduran ketika adanya perang kelompok dan adanya adu domba yang di lakukan oleh pemerintah kolonial terhadap Sultan Haji dan Sultan Ageng Tirtayasa, selain adanya perang kelompok dan adu domba, Sultan Haji pun secara diam-diam melakukan kerja sama dengan pihak kolonial dan meminta bantuan kepada pihak kolonial untuk membunuh Sultan Ageng Tirtayasa. Hingga kehancuran Kerajaan Banten di tandai dengan hancurnya Keraton Surosowan.

Semakin berkembangnya zaman, maka semakin nampak jelas terlihat banyak penemuan benda-benda bersejarah, dan tak lupa banyak juga benda-benda bersejarah yang terlupakan oleh manusia. Setelah daerah Banten Lama yang menjadi daerah yang paling banyak terdapat benda-benda yang memiliki unsur kesejarahan, Anyer pun yang merupakan daerah yang letaknya berada di Kabupaten Serang menjadi salah satu daerah yang terdapat benda-benda sejarah berupa bangunan peninggalan zaman Pemerintahan Kolonial dan Kesultanan. Salah satu peninggalan tersebut yaitu bangunan Masjid yang bernama Daarul Fallah, tetapi Masjid tersebut sering disebut dengan Masjid Cikoneng. Masjid ini merupakan peninggalan Kerajaan Tulang Bawang.

Masjid Daarul Fallah sering disebut dengan Masjid Cikoneng di karenakan letaknya yang berdiri di atas tanah Kampung Cikoneng. Menurut saya Masjid Daarul Fallah ini merupakan salah satu masjid yang telah dilupakan kesejarahannya. Tidak banyak orang-orang yang mengetahui letak dan kesejarahan dari masjid ini. Sungguh miris sekali melihat masyarakat yang merupakan satu daerah, satu provinsi namun buta akan pengetahuan sejarah yang ada di daerahnya. Letak Masjid Daarul Fallah yang tak jauh dari tempat bangunan bersejarah lainnya seperti Bangunan peninggalan Pemerintahan Kolonial yaitu Mercusuar, Selain itu Masjid Daarul Fallah (Masjid Cikoneng) letaknya juga tidak jauh dari tempat bersejarah Sumur Tujuh Warna yang terdapat didesa Salatduhur. Sehingga eksistensi dari Masjid Cikoneng dapat tertutup akan adanya eksistensi sejarah Mercusuar yang sudah banyak terdengar oleh Masayarakat Indonesia.

Menurut kesejarahnnya Masjid ini didirikan oleh Kerajaan Tulang Bawang yang dimana Kerajaan Tulang Bawang ini merupakan Kerajaan dari Lampung (Rizky Dalimunthe, 2013 : 49). Mengapa Kerajaan Tulang Bawang dapat mendirikan Bangunan Masjid di Banten?. Kerajaan Tulang Bawang mendirikan Masjid ini di Banten, bermula ketika adanya kerja sama antara Kesultanan Banten dengan Kerajaan Tulang Bawang ini. Kerja sama yang terjalin di antara Kerajaan Banten dan Kerajaan Tulang Bawang dilakukan dalam bidang keagamaan, karena Sultan Banten pada saat itu meminta kepada Kerajaan Tulang Bawang untuk membantu menyebarkan agama Islam di Banten, karena pada saat itu di Banten ini tidak semua masyarakatnya sudah menganut agama Islam, sehingga para Kesultanan Banten berniat untuk melakukan Islamisasi ke seluruh masyarakat di Banten. Kerajaan Tulang Bawang pun menerima kerja sama tersebut, dan Kerajaan Tulang Bawang mengutuskan 40 orang untuk membantu Kesultanan Banten pada saat itu (Rizky Dalimunthe, 2013 : 49). Masjid Cikoneng ini merupakan salah satu wujud nyata dari rasa balas budi Kesultanan Banten kepada Kerajaan Tulang Bawang. Kesultanan Banten pada saat itu memberikan tanah yang cukup luas di daerah Anyer kepada Kerajaan Tulang Bawang untuk di jadikan sebuah pemukiman yang di tempatkan oleh para utusan dari Kerajaan Tulang Bawang, yang sekarang pemukiman tersebut di namakan dengan Kampung Cikoneng. Maka dari itu masyarakat yang mendiami kampung Cikoneng ini kebanyakan berasal dari Lampung, dan yang unik dari kampung ini yaitu pada setiap depan rumah warga terdapat bentuk Siger yang menandakan bahwasannya mereka berasal dari Lampung dan memang leluhur mereka pun sudah lama bermukim di kampung Cikoneng ini.

Masjid Daarul Fallah memiliki keunikan tersendiri, karena bangunan ini memiliki keunikan yang terletak pada arsitekturnya. Masjid Daarul Fallah terbagi menjadi 3 ruangan yaitu ada ruangan utama atau ruangan asli yang tidak mendapatkan renovasi atau perbaikan, ruangan tambahan, dan ruangan untuk berwudlu. Keunikan yang pertama pada arsitektur bangunan Majid Daarul Fallah ini yaitu terdapatnya dua tempat yaitu tempat mihrob dan tempat mimbar, yang tentunya berbeda dengan masjid-masjid lain dengan luas sekitar 153x80x220 Cm (Helmy Faizi Bahrul Ulum,2016:114). Keunikan arsitektur bangunan Masjid Daarul Fallah selanjutnya yaitu terdapat pada tiang-tiang masjid, yang dimana tiang-tiang penyanggah pada Masjid ini masih menggunakan tiang-tiang yang asli sejak masjid ini di bangun. Tiang penyanggah terdiri dari 4 tiang sokoguru yang berbentuk segi delapan dengan diameter 28 cm (Helmy Fizi Bahrul Ulum,2016:114). Tiang-tiang penyanggah ini terbuat dari kayu yang di kirimkan langsung dari Lampung, walaupun tiang penyanggah ini sudah berdiri kokoh sejak ribuan tahun lalu, namun masih kuat untuk berdiri kokoh dan tidak ada kerusakan berat.(Menurut penuturan bapak Saca ketua DKM Masjid Daraul Fallah dan salah satu pegawai BPCB). Selain terdapatnya tiang penyanggah terdapat juga keunikan dari umpak tiangnya yang berbentuk labu berukuran tinggi 42 Cm dan diameter 70 Cm. Pada ruangan utama bangunan Masjid terdapat 3 bentuk jendela di sisi utara dan selatan dengan ukuran 117x160 Cm, yang tentunya juga memiliki perbedaan dari Masjid lain. Masjid ini pun memiliki satu buah pintu utama yang berukuran 117x227 Cm (Helmy Fizi Bahrul Ulum,2016:114). Masjid ini pun pada dindingnya terdapat ukiran tulisan kaligrafi, yang diukir oleh para pengukir yang handal pada saat itu dan berasal dari Lampung, inilah yang menjadi keunikan tersendiri dari Masjid ini dan tentu berbeda dari bangunan Masjid lain. Namun tulisan kaligrafi ini sudah terlihat tidak jelas, karena kaligrafi tersebut telah di ukir pada puluhan abad yang lalu, tetapi setelah adanya pengakuan dari pihak Badan Perlindungan Cagar Budaya (BPCB) maka telah di lakukan renovasi untuk tulisan kaligrafi tersebut sehingga menjadi tampak lebih jelas kembali. Pada dinding masjid pun terdapat sebuah tempelan keramik yang memiliki motif dari Cina. Arsitektur Masjid Daarul Fallah ini terdapat pencampuran dari 3 kebudayaan yaitu kebudayan Islam, kebudayaan Lampung, dan Kebudayaan dari Cina. (Penuturan Bapak Saca). Diatas Bangunan Majid pun dihiasi dengan adanya bentuk siger yang merupakan tanda bahwa masjid tersebut merupakan peninggalan dari Kerajaan Lampung.

Bangunan Masjid ini belum diketahui tahun yang tepat didirikannya, tetapi menurut kesejarahannya Masjid ini telah berdiri sebelum bangunan Mercusuar didirikan, walaupun Masjid ini telah berdiri sebelum Mercusuar didirikan tetaplah Eksistensi sejarah Mercusuar lah yah lebih terdengar di telingan masyarakat Banten.. Pada tahun 1883 ketika terjadinya peristiwa meletusnya Gunung Karakatau, yang telah menghabiskan dan meluluhlantahkan masyarakat Banten (Helmy Fizi Bahrul Ulum,2016:114). Ketika Gunung Karakatau meletus yang merasakan dampak paling besar yaitu masyarakat sekitar Anyer terutama Kampung Cikoneng, sehingga banyak masyarakat Kampung Cikoneng yang menyelamatkan dirinya masing-masing hingga kedalam Masjid Cikoneng. Sehingga masyarakat yang berlindung di dalam masjid Cikoneng semuanya menjadi terselamatkan dalam kejadian meletusnya Gunung Karakatau, karena Masjid pada saat itu diyakini oleh masyarakat setempat dapat memberikan perlindungan untuk mereka semua. Namun masyarakat yang tidak berlindung di dalam masjid tersebut tidak terselamatkan. Selain banyaknya korban jiwa yang meninggal pada peristiwa 1883 ini, banyak bangunan yang runtuh akibat terjangan tsunami, salah satunya yaitu Bangunan Mercusuar pertama, yang letaknya berdiri di tepi pantai Anyer.

KESIMPULAN

Hanya Masjid Daarul Fallah (Masjid Cikoneng) saja yang pada saat itu berdiri kokoh hingga saat ini. Masjid Daarul Fallah ini berfungsi sejak zaman dahulu hingga saat ini adalah untuk kegiatan peribadahan agama Islam dan menyebarkan agama Islam. Kurangnya pemahaman masyarakat Banten mengenai Masjid Cikoneng ini, membuat cerita dari kesejarahan masjid ini tidak berkembang. Maka jangan hanya memfokuskan pengetahun pada satu bangunan bersejarah saja sehingga kita seolah-olah menutup mata dari kesejarahan bangunan lainnya. Sebaik-baiknya suatu daerah adalah daerah yang masyarakatnya menghargai dan mengenal sejarah dari daerahnya sendiri.

 

SUMBER REFERENSI

Bapak Saca (Ketua DKM Masjid Daarul Fallah sekaligus salah satu pihak dari Badan Perlindungan dan Cagar Budaya Banten).

Dalimunthe, Rizky.2013. Ornamentasi Masjid-Masjid Kuno Di Provinsi Banten Abad 16-20 M (Tinjauan Motif Hias Dan Persebaran). Diterbitkan. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Universitas Indonesia.Jakarta.

Hatmadji, Tri.Ragam Pusaka Budaya Banten Outline.(pdf). Tersedia http://books.google.co.id (15 Mei 2018).

Kartodirdjo, Sartono.2014. Pengantar Sejarah Indonesia Baru:1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium Jilid 1. Yogyakarta: Ombak.

Suhaedi, H.S.2014. Transformasi Masyarakat Banten.Serang: LP2M Pusat Penelitian dan Penerbitan IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.

Ulumi, Bahrul Helmy Faizi .2016.Mesjid-Mesjid Kuno Di Banten. Serang:LP2M IAIN SMH Banten.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama