Dalam penulisan ini
membahas mengenai Masjid Cikoneng yang kesejarahanya sudah mulai memudar dan
hampir hilang pada masyarakat Banten. Permasalahan yang dibahas dalam penulisan
ini yaitu mengenai geohistori Banten, Banten pada masa kesultanan, Kesejarahan
dari Masjid Cikoneng, serta analisis arsitektur dari bangunan Masjid Cikoneng.
Manfaat dari penulisan ini untuk mengetahui dalam dan menganalisis mengenai
sejarah dari bangunan Masjid Cikoneng ini sehingga eksistensi dari segi
kesejarahan masjid ini tidak tertinggal oleh eksistensi kesejarahan dari
Mercusuar. Masjid Cikoneng ini merupakan bangunan peninggalan dari masa
Kesultanan Banten dan wujud dari kerja sama Kesultanan Banten dengan Kerajaan
Islam di Lampung, dan Masjid ini sudah berdiri sebelum Mercusuar didirikan.
Kata
Kunci: Geohistoris
Banten, Kesultanan Banten, Masjid Cikoneng
PENDAHULUAN
Di
ujung barat pulau Jawa terdapat sebuah provinsi yang bernama Banten. Provinsi
ini memiliki luas wilayah 8.800,83 Km2, dan terdiri dari empat
Kabupaten, yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang, Tanggerang, dan terdiri
dari dua kota yaitu, Tanggerang dan Serang (Sumber: Statistika Kependudukan
Banten) . Dengan jumlah penduduk yang cukup banyak. Dilihat dari kesejarahannya
Banten dahulu merupakan bentuk Kerajaan Islam. Terbentuknya Kerajaan Banten
yang bermula pada adanya usaha dari Demak dalam ekspansinya ke arah barat
berupa pemukiman perintis yang dipimpin oleh Nurullah tersebut. Peristiwa ini
dapat di perkirakan terjadi pada tahun 1525 dan dapat dianggap sebagai pendiri
Kerajaan Banten (Sartono Kartodirdjo,2014:39).
PEMBAHASAN
Kerajaan
Banten pertama kali di pimpin oleh seorang Sultan yang bernama Sultan
Hasanudin. Sultan Hasanudin pun meninggal di tahun 1570, setelah Sultan
Hasanudin meninggal, kekuasaan di Kerajaan Banten di gantikan oleh Sultan
Maulana Yusuf yaitu anak dari Sultan Hasanudin.
Setelah
Sultan Maulana Yusuf meninggal dunia digantikan oleh Sultan Maulana Muhammad.
Hingga Banten mengalami masa kejayaannya di masa pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa, Banten mengalami puncak kejayaan di masa kekuasan Sultan Ageng
Tirtayasa di beberapa bidang seperti bidang politik, perekonomian, perdagangan,
kebudayaan, dan agama Banten (Sartono Kartodirdjo,2014:39). Pada akhirnya
Banten mengalami kemunduran ketika adanya perang kelompok dan adanya adu domba
yang di lakukan oleh pemerintah kolonial terhadap Sultan Haji dan Sultan Ageng
Tirtayasa, selain adanya perang kelompok dan adu domba, Sultan Haji pun secara
diam-diam melakukan kerja sama dengan pihak kolonial dan meminta bantuan kepada
pihak kolonial untuk membunuh Sultan Ageng Tirtayasa. Hingga kehancuran
Kerajaan Banten di tandai dengan hancurnya Keraton Surosowan.
Semakin
berkembangnya zaman, maka semakin nampak jelas terlihat banyak penemuan
benda-benda bersejarah, dan tak lupa banyak juga benda-benda bersejarah yang
terlupakan oleh manusia. Setelah daerah Banten Lama yang menjadi daerah yang
paling banyak terdapat benda-benda yang memiliki unsur kesejarahan, Anyer pun yang
merupakan daerah yang letaknya berada di Kabupaten Serang menjadi salah satu
daerah yang terdapat benda-benda sejarah berupa bangunan peninggalan zaman
Pemerintahan Kolonial dan Kesultanan. Salah satu peninggalan tersebut yaitu bangunan
Masjid yang bernama Daarul Fallah, tetapi Masjid tersebut sering disebut dengan
Masjid Cikoneng. Masjid ini merupakan peninggalan Kerajaan Tulang Bawang.
Masjid
Daarul Fallah sering disebut dengan Masjid Cikoneng di karenakan letaknya yang
berdiri di atas tanah Kampung Cikoneng. Menurut saya Masjid Daarul Fallah ini
merupakan salah satu masjid yang telah dilupakan kesejarahannya. Tidak banyak
orang-orang yang mengetahui letak dan kesejarahan dari masjid ini. Sungguh
miris sekali melihat masyarakat yang merupakan satu daerah, satu provinsi namun
buta akan pengetahuan sejarah yang ada di daerahnya. Letak Masjid Daarul Fallah
yang tak jauh dari tempat bangunan bersejarah lainnya seperti Bangunan
peninggalan Pemerintahan Kolonial yaitu Mercusuar, Selain itu Masjid Daarul
Fallah (Masjid Cikoneng) letaknya juga tidak jauh dari tempat bersejarah Sumur
Tujuh Warna yang terdapat didesa Salatduhur. Sehingga eksistensi dari Masjid
Cikoneng dapat tertutup akan adanya eksistensi sejarah Mercusuar yang sudah
banyak terdengar oleh Masayarakat Indonesia.
Menurut
kesejarahnnya Masjid ini didirikan oleh Kerajaan Tulang Bawang yang dimana
Kerajaan Tulang Bawang ini merupakan Kerajaan dari Lampung (Rizky Dalimunthe,
2013 : 49). Mengapa Kerajaan Tulang Bawang dapat mendirikan Bangunan Masjid di
Banten?. Kerajaan Tulang Bawang mendirikan Masjid ini di Banten, bermula ketika
adanya kerja sama antara Kesultanan Banten dengan Kerajaan Tulang Bawang ini.
Kerja sama yang terjalin di antara Kerajaan Banten dan Kerajaan Tulang Bawang
dilakukan dalam bidang keagamaan, karena Sultan Banten pada saat itu meminta
kepada Kerajaan Tulang Bawang untuk membantu menyebarkan agama Islam di Banten,
karena pada saat itu di Banten ini tidak semua masyarakatnya sudah menganut
agama Islam, sehingga para Kesultanan Banten berniat untuk melakukan Islamisasi
ke seluruh masyarakat di Banten. Kerajaan Tulang Bawang pun menerima kerja sama
tersebut, dan Kerajaan Tulang Bawang mengutuskan 40 orang untuk membantu
Kesultanan Banten pada saat itu (Rizky Dalimunthe, 2013 : 49). Masjid Cikoneng
ini merupakan salah satu wujud nyata dari rasa balas budi Kesultanan Banten
kepada Kerajaan Tulang Bawang. Kesultanan Banten pada saat itu memberikan tanah
yang cukup luas di daerah Anyer kepada Kerajaan Tulang Bawang untuk di jadikan
sebuah pemukiman yang di tempatkan oleh para utusan dari Kerajaan Tulang Bawang,
yang sekarang pemukiman tersebut di namakan dengan Kampung Cikoneng. Maka dari
itu masyarakat yang mendiami kampung Cikoneng ini kebanyakan berasal dari
Lampung, dan yang unik dari kampung ini yaitu pada setiap depan rumah warga
terdapat bentuk Siger yang menandakan bahwasannya mereka berasal dari Lampung
dan memang leluhur mereka pun sudah lama bermukim di kampung Cikoneng ini.
Masjid
Daarul Fallah memiliki keunikan tersendiri, karena bangunan ini memiliki
keunikan yang terletak pada arsitekturnya. Masjid Daarul Fallah terbagi menjadi
3 ruangan yaitu ada ruangan utama atau ruangan asli yang tidak mendapatkan
renovasi atau perbaikan, ruangan tambahan, dan ruangan untuk berwudlu. Keunikan
yang pertama pada arsitektur bangunan Majid Daarul Fallah ini yaitu terdapatnya
dua tempat yaitu tempat mihrob dan tempat mimbar, yang tentunya berbeda dengan
masjid-masjid lain dengan luas sekitar 153x80x220 Cm (Helmy Faizi Bahrul Ulum,2016:114).
Keunikan arsitektur bangunan Masjid Daarul Fallah selanjutnya yaitu terdapat
pada tiang-tiang masjid, yang dimana tiang-tiang penyanggah pada Masjid ini
masih menggunakan tiang-tiang yang asli sejak masjid ini di bangun. Tiang
penyanggah terdiri dari 4 tiang sokoguru yang berbentuk segi delapan dengan
diameter 28 cm (Helmy Fizi Bahrul Ulum,2016:114). Tiang-tiang penyanggah ini
terbuat dari kayu yang di kirimkan langsung dari Lampung, walaupun tiang
penyanggah ini sudah berdiri kokoh sejak ribuan tahun lalu, namun masih kuat
untuk berdiri kokoh dan tidak ada kerusakan berat.(Menurut penuturan bapak Saca
ketua DKM Masjid Daraul Fallah dan salah satu pegawai BPCB). Selain terdapatnya
tiang penyanggah terdapat juga keunikan dari umpak tiangnya yang berbentuk labu
berukuran tinggi 42 Cm dan diameter 70 Cm. Pada ruangan utama bangunan Masjid
terdapat 3 bentuk jendela di sisi utara dan selatan dengan ukuran 117x160 Cm,
yang tentunya juga memiliki perbedaan dari Masjid lain. Masjid ini pun memiliki
satu buah pintu utama yang berukuran 117x227 Cm (Helmy Fizi Bahrul
Ulum,2016:114). Masjid ini pun pada dindingnya terdapat ukiran tulisan
kaligrafi, yang diukir oleh para pengukir yang handal pada saat itu dan berasal
dari Lampung, inilah yang menjadi keunikan tersendiri dari Masjid ini dan tentu
berbeda dari bangunan Masjid lain. Namun tulisan kaligrafi ini sudah terlihat
tidak jelas, karena kaligrafi tersebut telah di ukir pada puluhan abad yang
lalu, tetapi setelah adanya pengakuan dari pihak Badan Perlindungan Cagar
Budaya (BPCB) maka telah di lakukan renovasi untuk tulisan kaligrafi tersebut
sehingga menjadi tampak lebih jelas kembali. Pada dinding masjid pun terdapat
sebuah tempelan keramik yang memiliki motif dari Cina. Arsitektur Masjid Daarul
Fallah ini terdapat pencampuran dari 3 kebudayaan yaitu kebudayan Islam,
kebudayaan Lampung, dan Kebudayaan dari Cina. (Penuturan Bapak Saca). Diatas
Bangunan Majid pun dihiasi dengan adanya bentuk siger yang merupakan tanda
bahwa masjid tersebut merupakan peninggalan dari Kerajaan Lampung.
Bangunan
Masjid ini belum diketahui tahun yang tepat didirikannya, tetapi menurut
kesejarahannya Masjid ini telah berdiri sebelum bangunan Mercusuar didirikan,
walaupun Masjid ini telah berdiri sebelum Mercusuar didirikan tetaplah
Eksistensi sejarah Mercusuar lah yah lebih terdengar di telingan masyarakat
Banten.. Pada tahun 1883 ketika terjadinya peristiwa meletusnya Gunung
Karakatau, yang telah menghabiskan dan meluluhlantahkan masyarakat Banten
(Helmy Fizi Bahrul Ulum,2016:114). Ketika Gunung Karakatau meletus yang
merasakan dampak paling besar yaitu masyarakat sekitar Anyer terutama Kampung
Cikoneng, sehingga banyak masyarakat Kampung Cikoneng yang menyelamatkan
dirinya masing-masing hingga kedalam Masjid Cikoneng. Sehingga masyarakat yang
berlindung di dalam masjid Cikoneng semuanya menjadi terselamatkan dalam
kejadian meletusnya Gunung Karakatau, karena Masjid pada saat itu diyakini oleh
masyarakat setempat dapat memberikan perlindungan untuk mereka semua. Namun
masyarakat yang tidak berlindung di dalam masjid tersebut tidak terselamatkan.
Selain banyaknya korban jiwa yang meninggal pada peristiwa 1883 ini, banyak
bangunan yang runtuh akibat terjangan tsunami, salah satunya yaitu Bangunan
Mercusuar pertama, yang letaknya berdiri di tepi pantai Anyer.
KESIMPULAN
Hanya
Masjid Daarul Fallah (Masjid Cikoneng) saja yang pada saat itu berdiri kokoh
hingga saat ini. Masjid Daarul Fallah ini berfungsi sejak zaman dahulu hingga
saat ini adalah untuk kegiatan peribadahan agama Islam dan menyebarkan agama
Islam. Kurangnya pemahaman masyarakat Banten mengenai Masjid Cikoneng ini,
membuat cerita dari kesejarahan masjid ini tidak berkembang. Maka jangan hanya
memfokuskan pengetahun pada satu bangunan bersejarah saja sehingga kita
seolah-olah menutup mata dari kesejarahan bangunan lainnya. Sebaik-baiknya
suatu daerah adalah daerah yang masyarakatnya menghargai dan mengenal sejarah
dari daerahnya sendiri.
SUMBER
REFERENSI
Bapak Saca
(Ketua DKM Masjid Daarul Fallah sekaligus salah satu pihak dari Badan
Perlindungan dan Cagar Budaya Banten).
Dalimunthe,
Rizky.2013. Ornamentasi Masjid-Masjid
Kuno Di Provinsi Banten Abad 16-20 M (Tinjauan Motif Hias Dan Persebaran). Diterbitkan.
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Universitas Indonesia.Jakarta.
Hatmadji,
Tri.Ragam Pusaka Budaya Banten Outline.(pdf). Tersedia http://books.google.co.id (15 Mei 2018).
Kartodirdjo,
Sartono.2014. Pengantar Sejarah Indonesia
Baru:1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium Jilid 1. Yogyakarta: Ombak.
Suhaedi,
H.S.2014. Transformasi Masyarakat Banten.Serang: LP2M Pusat Penelitian dan
Penerbitan IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
Ulumi,
Bahrul Helmy Faizi .2016.Mesjid-Mesjid
Kuno Di Banten. Serang:LP2M IAIN SMH Banten.
Posting Komentar