Pencak
silat Betawi bukan hanya sekedar perpaduan budaya, etnis, adat, agama, suku,
dan lainnya antara China, Arab, Belanda dan lainnya, pencak silat adalah
kegeniusan lokal yang terus mewarnai Jakarta walau terkisis oleh zaman.
Usia
terus bertambah, tetapi postur pria bernama H Sanusi itu tetap tegak dan penampilannya
jauh lebih muda ketimbang umurnya, 92 tahun. Pendekar Silat asal Sawah Besar,
Jakarta, ini tetap aktif, tak punya penyakit serius, dan tidak berpantang makan
apa pun. Bahkan, beragam keluhan yang sering menimpa warga senior, seperti
kolestrol tinggi, hipertensi, asam urat, dan gula darah tinggi, pun jauh dari
dirinya. Dia tak punya pantangan makan apa pun.
“Sejak
muda, saya hanya makan sekali sehari. Saya hanya makan siang sekitar pukul
14.00” kata pria yang akrab dipanggil Babe Uci ini dirumahnya di Manggarai
Selatan, Jakarta Selatan.
Hanya
ketika dia merasa sangat lapar dan harus pergi makan, dia makan dua keeping
biscuit sebagai pengganjal perut. Kebiasaan itu bermula ketika Babe Uci tinggal
di pesantren di Tasikmalaya, Jawa Barat, saat usianya 15 tahun. Disana para
santri membiasakan diri makan secukupnya dan seadanya. Mereka tak pernah
berlebihan dan selalu makan bersama. Menurut Sang guru, makan banyak akan
menutupi hati.
“Betul
ajaran beliau, banyak makan bukan hanya membuat hati tertutup lemak, melainkan
juga membuat orang menjadi tamak, serakah, dan rela berbuat apa saja demi
memuaskan nafsu” kata Babe Uci. Dia mampu mendisiplinkan diri karena berlatih
pencak silat sejak usia 12 tahun di Sawah Besar, Jakarta.
Babe
Uci bersemangat menunjukkan jurus dasar silat gerak cepat ala Perguruan Silat
Pusaka Djakarta di Kampung Bali Matraman, Manggarai Selatan, Jakarta Selatan,
Kamis (6/2/2020). Dengan pakaian pangsi berwarna hitam dan sabuk putih, ia
berpose di gang rumahnya.
Berkat
kemampuan dan kegigihannya melestarikan silat Betawi, Sanusi (92) atau akrab
disapa Babe Uci dinobatkan sebagai Maestro Seni Tradisi Bidang Pencak Silat.
Tidak tanggung-tanggung penghargaan ini berhasil diraihnya dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia pada tahun 2014
lalu.
"Waktu
itu guru saya bernama Musari. Latihan pencak silat dimulai usai mengaji, begitu
setiap malamnya. Baru di usia 17 tahun saya mengajar," tuturnya, belum
lama ini.
Anak
pertama dari enam bersaudara ini ingat, sang guru silat tak sembarangan melatih
dan tak semua anak terpilih ikut latihan. Hanya mereka yang rajin shalat dan
mengaji yang boleh ikut berlatih. Dulu, mereka biasa berlatih setelah shalat
isya dan mengaji. Mereka berlatih dari pukul 20.00 hingga dini hari dibimbing
sang pelatih, yaitu Mursadi bin Ramidun.
“Pukul
02.00, kami baru selesai berlatih dan pulang sembari membawa obor sebagai
penerang jalan,” kata Babe Uci.
Ia
mengenang, kala itu kawasan Sawah Besar berupa kampong dengan kebun penuh pepohonan
dan tanpa listrik. Dia menjelaskan, mereka yang belajar pencak silat harus
harus rajin Shalat dan
mengaji karena harus pandai meredam keinginan berkelahi yang sering timbul
ketika orang belajar bela diri. Sebagai pesilat, mereka harus lebih pandai menahan
diri karena bisa silat bukan untuk pamer diri. Sang guru juga sering membawa
Uci kecil berkeliling ke perguruan silat disejumlah daerah. Tidak hanya
menyambangi kampung-kampung di seputar Jakarta, seperti Kwitang, Rawa Belong,
Menteng Dalam, dan Pasar Minggu, tetapi mereka juga ke kota lain seperti
Bekasi, Banten, Bogor, dan Garut.
Selain
mempelajari aliran gerak silat lain, tujuan berkeliling juga untuk menjaga dan
menjalin silaturahmi dengan para guru lain. Hal yang paling istimewa di
Jakarta, setiap kampung memiliki aliran silat sendiri. Tak kurang dari 315
aliran silat dikenal dari Jakarta. Babe Uci menguasai tujuh aliran.
“Saya
tak tahu mengapa begitu banyak aliran (silat) di Jakarta. Begitulah adanya.
Perbedaan aliran ini terlihat jelas dalam pertarungan karena setiap aliran
punya gaya dan gerak berbeda,” ujar dia.
Menjadi
Guru Karier mengajar Babe Uci berawal di Pesantren.
Saat itu, dia berusia 17 tahun atau dua tahun setelah mulai menuntut ilmu di tempat tersebut. dia prihatin
melihat banyak kawan yang bengong kala senggang dan tak punya kegiatan lain
setelah pelajaran usai dan semua kewajiban dilaksanakan. Dia lalu menawarkan
diri mengajar silat dan semua temannya antusias. Kegiatan mengajar silat itu
dia lakukan tanpa sepengetahuan guru di Pesantren.
Mereka diam-diam berlatih pada malam hari.
“Ketika
kami lulus, tak hanya ilmu agama yang kami dapat. Kami semua pandai silat dan
guru-guru pun bingung dari mana kami belajar silat dan kapan menekuninya. Saya
diam saja, tak membocorkan rahasia bersama” kata Babe Uci yang menuntut ilmu di
Pesantran selama 10 tahun. Babe Uci mendirikan perguruan Silat Pusaka Djakarta
yang beraliran gerak cepat pada 1957.
Sang
koreografer Film Laga
Kesuksesan membuka pasar film laga berbasis silat. Bahkan, karena proses akhir
film itu bertempat di Hongkong, para pembuat film di negeri itupun tertarik membuat film laga dengan aksi ilmu
bela diri. “ketika itu, sinemas Hongkong masih sibuk membuat film tentang
kerajaan kuno. Tak ada yang bergenre film laga seperti sekarang." ujar dia
tentang film yang pengambilan gambarnya bertempat di Sukabumi, Jawa Barat, itu.
Babe
Uci bangga dengan kesuksesan Djampang Mentjari Naga Hitam. Namun, dia prihatin
karena Hongkong yang semula meniru langkah Indonesia membuat film laga malah lebih
terkenal sebagai salah satu negeri produsen film laga. Meski dia yang mendapat
tawaran menjadi koreografer silat di film, Babe Uci tak pernah kerja sendiri.
Dia mengajak para guru silat andal yang lain ikut merancang gerakan adegan
perkelahian. Bersama-sama mereka menyusun, menilai, dan memilih gerakan untuk
film. Sejak film itu, Babe Uci pun terlibat dalam sejumlah film laga lain,
diantaranya Si pitung 1 hingga Si Pitung 4, Si Bongkok, Laki-laki Pilihan,
Panji Tengkorak, Selimut Malam, Sangkuriang, Tangkuban perahu, dan Nyai
Dasimah. Total ada 28 film.
Menurut
babe Uci, motivasi utamanya bekerja sebagai pengatur laga sebenarnya adalah
untuk bisa memasyarakatkan pencak silat. Bela diri-bela diri lainnya bisa
berkembang dengan baik lewat promosi secara tidak langsung dengan film-film
laga, katanya.
Tujuan
mendirikan dan melestarikan silat Betawi. Kepada para murid yang piawai, dia
membolehkan mereka mengajarkan ilmu silat kepada orang lain. Tahun 1969, Babe
Uci mendapat tawaran sebagai kereografer film silat Djampang Mentjari Naga
Hitam. Film itu dibintang, antara lain, Sukarno M Noor, WD Mochtar, Moch
Mochtar, HIM Damsyik, Wolly Sutinah, dan Nani Widjaja. “Film ini laris,
meledak. Ada bioskop yang pintunya sampai runtuh karena penonton terus berdatangan,”
cerita Babe Uci.
Karena
itu, ia berharap ada sinemas Indonesia yang membuat film laga yang tidak hanya
bagus dari sisi cerita, tapi juga menampilkan pencak silat dengan kemasan yang
baik. Kalau ada rumah produksi atau sutradara zaman sekarang yang mampu membuat
film pencak silat yang baik seperti itu, saya akan senang sekali untuk
membantu, katanya.
Meski
demikian, Babe Uci hingga kini enggan terlibat dalam sinetron laga. Alasan dia
waktu pembuatan sinetron amat singkat ketimbang film layar lebar. Dia merasa
tak cukup waktu merancang adegan aksi. Puluhan tahun berkecimpung di dunia silat dan merancang aksi laga
pada banyak film, Babe Uci tetap menjadi pribadi yang rendah hati dan
sederhana. Dia tetap belajar silat dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain.
Namun, dia sedih karena tak satupun dari 9 anaknya (2 lelaki, 7 perempuan), 35
cucu, dan 2 cicitnya mau serius menekuni silat. “mereka lebih suka olah raga
lain,seperti bola basket atau sepak bola,” kata anak pasangan Suraji dan Ariyeh
ini. Satu harapan Babe Uci, naskahnya tentang pendekar silat dari Ngarai Sianok
dapat difilmkan. “film itu memadukan silat gaya Sumatra, Jawa, Bali, dan
Madura,” ujar dia.
Dalam
buku Maen Pukulan Khas Betawi karya GJ Nawi, dituliskan tentang adanya 317
aliran main pukulan Betawi. Beberapa di antaranya telah terdaftar sebagai
warisan budaya tak benda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. Terbaru pada 2019, ada silat Mustika Kwitang, silat Pusaka Djakarta,
silat Troktok, dan silat Sabeni Tenabang. Menyusul yang sudah ditetapkan lebih
dulu adalah silat Beksi dan silat Cingkrik.
Pada
umumnya silat tradisional Indonesia dikenal dengan nama pencak silat, berbeda
istilahnya bagi kebanyakan pesilat Betawi. Walaupun demikian, maksud yang
terkandung tidak lain dan tidak bukan adalah pencak silat.
"Di
Betawi istilahnya bukan pencak silat tapi maen pukulan," ujar Sanusi yang
kerap disapa Babe Uci di Graha Bhakti Budaya. Tidak hanya itu, tiap wilayah memiliki keunikannya
tersendiri dari maen pukulan yang sudah ada sejak lama.
"Istimewanya
Betawi tiap kampung mempunyai jurusnya sendiri-sendiri," tutur Babe Uci. Ia menilai dengan adanya keberagaman main pukulan ini perlu
dilestarikan dan dikembangkan dengan dibuat sekolah khusus silat.
"Bikin
Sekolah Silat Indonesia. Silat beksi ada gurunya, silat cingkrik ada gurunya,
mau belajar Mustika Kwitang ada gurunya. Jadi tiap wilayah ada, kita enggak
kehilangan pencak, kalau mau bergerak jangan tanggung-tanggung," ujar Babe
Uci. Walaupun
demikian, Babe Uci menilai yang terpenting dalam setiap individu adalah
akhlaknya, bukan silatnya. Ia pun siap membantu pemerintah dalam memberikan
pengajaran silat kepada generasi penerus bila diberikan kesempatan.
"Kita
yang udah tua-tua ini siap bantu pemerintah buat mengajarkan silat-silat. Kalau
ada sekolah orang tua enggak mesti ke kampung-kampung dan tiap bulan udah pasti
dapet gaji," tutur Babeh Uci disambut tawa audiens yang hadir.
Berbekal
kecintaan untuk terus melestarikan silat Betawi, Babe Uci mendirikan Perguruan
Pencak Silat Pusaka Djakarta pada tahun 1953 di Jl Dr Saharjo, RT 09/10, Nomor:
15, Kelurahan Manggarai Selatan, Tebet, Jakarta Selatan, yang juga menjadi
kediamannya. Namun, untuk latihan belum ada tempat tetap, bisa di lapangan atau
kantor kelurahan.
Jumlah
murid saat ini ada ribuan orang, termasuk penulis sendiri yang saat ini sudah
menjadi guru juga, Mereka yang mau ikut berlatih tidak dipungut bayaran
sedikitpun. Dijelaskannya Aliran jurus yang menjadi andalan Perguruan Pencak
Silat Pusaka Djakarta adalah gerakan cepat. Artinya, tidak memberi waktu kepada
musuh untuk melawan atau menyerang balik. "Jurus gerak cepat adalah salah
satu ciri khas perguruan ini. Penggabungan dari gerakan kaki dan tangan dengan
tidak memberi waktu lawan untuk membalas," katanya.
Karena
keunikan ilmu Gerak Cepat itu sendiri, katanya. Karakter aliran ini memang
cukup unik, yakni mengandalkan kecepatan dalam perkelahian. Begitu lawan
menyerang, langsung secepatnya kita harus tangkis dan balas, kata Sisu, salah
satu murid Bang Uci. Serangan lawan hanya ditangkis dengan cepat dan dalam
waktu bersamaan pesilat langsung meluncurkan serangan balasan. Kecepatan
menjadi sangat penting agar lawan tidak memiliki kesempatan untuk melakukan
serangan susulan, kata Dadang, murid Bang Uci lainnya.
Serangan
dilakukan dengan menggunakan buku jari dan ujung jari ke daerah-daerah rawan
dari tubuh lawan. Adapun serangan kaki dilakukan dengan melakukan sapuan
terhadap kuda-kuda lawan. Lagi-lagi semua serangan harus dilakukan dengan
cepat. Kalau gerakannya lambat, lawan akan mudah melakukan antisipasi, katanya.
Usia
yang sudah tidak lagi muda membuat intensitasnya dalam memberikan pelatihan
langsung semakin berkurang. Tapi, dirinya tetap berusaha untuk memantau saat
latihan berlangsung. "Butuh waktu tiga hingga empat bulan untuk menguasai
pencak silat ini. Hal terpenting, mau serius dan sungguh-sungguh, itu resepnya,"
ujar Bang Uci penuh semangat.
Dalam
usia senjanya, Bang Uci berharap, Pemprov DKI terus memberikan peluang dan
kesempatan bagi pecinta seni Betawi untuk bisa menggelar kegiatan kesenian. "Saya
sudah tidak lagi muda, tapi masih bangga dan cinta terhadap kesenian pencak
silat Betawi. Kalau bukan kita yang melestarikan budaya sendiri, siapa
lagi," tandasnya.
Untuk
Melestarikan Silat Betawi Dua pekan lalu, ratusan orang berseragam hitam-hitam
memenuhi Gang Bedeng, Manggarai, Jakarta Selatan. Di sana, mereka memperagakan
atraksi pencak silat yang mendapat sambutan cukup antusias.
Tak
kalah menarik perhatian adalah kehadiran beberapa figur penting, seperti
Presiden Persekutuan Pencak Silat Antarbangsa (Persilat) Eddie M. Nalapraya,
Ketua Harian Ikatan Pencak Silat Indonesia Rachmat Gobel, Ketua Umum Persatuan
Pencak Silat Putra Betawi Deddy Suryadi, dan Ketua Harian Persilat Rustadi Effendi.
Pusaka Djakarta adalah silat yang dipelajari Babe Uci dari gurunya, Mursadi bin
Rabidun (wafat pada 1975). Guru saya (almarhum) belajar dari banyak guru,
seperti Pak Salim, Pak Minan, Pak Ningnong, Mandor Peris, dan Pangeran Pakpak
dari Cirebon, katanya.
Pusaka
Djakarta adalah silat yang dipakai oleh Sunan gunung jati atau Syarif
Hidayatullah atau Sayyid Al-Kamil dan para keturunannya.
Uci
muda mulai belajar dari gurunya yang tinggal di Sawah Besar mulai 1943 sampai
wafatnya pada 1975. Ketika itu usia beliau sudah 70-an, ujarnya. Babe Uci juga menyempatkan belajar
aliran silat lain, seperti Cimande, Aliran Lima Waktu, dan Gerak Rasa. Niat
utama saya adalah menjaga dan menjalin silaturahmi dengan guru-guru silat
lainnya, katanya.
Setelah
bekalnya dirasakan cukup, Uci akhirnya membentuk perguruan silat. Dalam waktu
tidak terlalu lama, Pusaka Jakarta akhirnya berkembang ke lima wilayah Jakarta.
Hal ini karena Bang Uci menerapkan prinsip desentralisasi dengan membebaskan
muridnya yang sudah mumpuni untuk mengajarkan ilmunya.
H. SANUSI
Lahir : Jakarta, 4 September
1931
Istri : Nani
Pendidikan : Pesantren di Tasikmalaya
selama 10 tahun
Pencapaian :
1.
Mendirikan dan mengelola perguruan Silat
Pusaka Djakarta, 1957-kini
2.
Film pertama “Djampang Mentjari Naga
Hitam”,1969
3.
Terlibat dalam pembuatan 28 film
4.
Memperoleh penghargaan, antara lain
Anugrah Budaya dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,2013
Cabang Tempat Latihan :
1.
Manggarai(Pusat)
2.
Rasamala
3.
Pulo
4.
Kalibata
5.
DurenTiga
6.
Kragilan (Banten), dll.
Sumber dan referensi
Wawancara
Buku
Nawi, G. J. 2016. Maen Pukulan Khas Betawi. Jakarta: pustaka
obor Indonesia.
Internet
http://mujahidrs.blogspot.com/2011/05/pencak-silat-pusaka-djakarta.html?m=1
/ Diakses pada 2 September 2020
http://pencaksilat-pusakadjakarta-babeuci.blogspot.com/?m=1
/ Diakses pada 2 September 2020
https://m.liputan6.com/regional/read/4164474/guru-besar-pusaka-djakarta-sarankan-pemerintah-bikin-sekolah-silat-indonesia
/ Diakses pada 2 September 2020
https://m-beritajakarta-id.cdn.ampproject.org/v/m.beritajakarta.id/amp/read/47872/sanusi-sang-maestro-seni-tradisi-bidang-pencak-silat-betawi?amp_js_v=a3&_gsa=1&usqp=mq331AQFKAGwASA%3D#aoh=15990675560853&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&_tf=Dari%20%251%24s&share=http%3A%2F%2Fm.beritajakarta.id%2Fread%2F47872%2Fsanusi-sang-maestro-seni-tradisi-bidang-pencak-silat-betawi
/ Diakses pada 2 September 2020

Posting Komentar