KONDISI PENDIDIKAN DI KOTA SERANG PADA MASA KOLONIAL SEBAGAI IBUKOTA KARESIDENAN BANTEN (1833 – 1942 )

Ditulis Oleh : Reni Nur Silawati
(Mahasiswa Pendidikan Sejarah Angkatan 2018)


Abstrak

Penulisan ini membahas tentang kondisi pendidikan di Kota Serang pada masa kolonial. Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui sekolah- sekolah yang ada di Kota Serang sebagai ibukota Karesidenan Banten. Dengan menggunakan metode penelitian studi pustaka dapat diketahui bahwa pada masa kolonial Belanda telah terjadi perubahan hampir disegala bidang termasuk bidang pendidikan di Kota Serang. Sebagai ibukota Karesidenan Banten, Serang pada masa kolonial adalah satu-satunya tempat yang paling ramai di Banten. Disamping itu Kota Serang merupakan ibukota afdeeling Serang dan juga Kota Serang adalah demangschap. Karena itu Serang menjadi tempat tinggal inlandsche bestuur ambtenaren atau pejabat pribumi dari mulai bupati, patih, jaksa, wedana, mantri, guru, dan polisi. Dengan status administratif pemerintahan seperti itu maka Kota Serang menjadi satu-satunya tempat di Banten dengan jumlah sekolah terbanyak. Pendidikan di Kota Serang dapat dikatakan paling maju di daerah Banten karena terdapat banyak sekolah seperti misalnya : ELS, HIS, OSVIA, Normaal School, Forbel School, dan lain-lain. Fokus kajian tulisan ini yaitu kepada keadaan jenis sekolah-sekolah yang ada di Kota Serang pada masa kolonial.

Kata Kunci : Pendidikan, Sekolah, Kota Serang, Masa kolonial.


PENDAHULUAN

Keberadaan Kota Serang tidak terlepas dari perjalanan panjang sejarah kesultanan Banten. Kesultanan Banten pada masa lalu adalah kota pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedangang baik dari dalam maupun luar negeri. Sampai pada kedatangan bangsa barat ke Banten yang pada awalnya kedatangan bangsa Barat bertujuan untuk memperoleh barang komoditas yang laku di pasaran dunia. Akan tetapi semangat imperialisme dan kolonialisme bangsa Belanda khususnya memonopoli perdagangan atau sendi kehidupan kehidupan masyarakat Banten.

Kolonialisme dan Imperialisme ini membawa pengaruh yang luar biasa terhadap Nusantara, salah satu wilayah yang mendapat pengaruh adalah kesultanan Banten terutama pada Kota Serang yang menjadi Ibukota dari Karesidenan Banten, salah satu karesidenan yang dibuat oleh pemerintah kolonial.

Salah satu pengaruh dari Belanda yaitu bidang pendidikan. Pengaruh dalam bidang pendidikan, pada masa VOC kondisi pendidikan di Nusantara termasuk di Kota Serang dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda dimana lembaga pendidikan dikelola  secara bebas oleh organisasi-organisasi keagamaan, maka selama abad ke-17 hingga 18 Masehi bidang pendidikan di Nusantara harus berada didalam pengawasan dan kontrol ketat dari VOC.

Jadi, sekalipun penyelenggaraan pendidikan tetap dilakukan oleh kalangan agama (gereja), tetapi mereka adalah berstatus sebagai pegawai VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan gaji. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan yang dilaksanakan pada masa kolonial mayoritas bercorak keagamaan (Kristen). 

Begitupun dengan pendidikan yang diterapkan di Kota Serang tidak jauh berbeda dengan sistem pendidikan yang ada di wilayah nusantara lainnya karena masih dibawah pengawasan VOC.


PEMBAHASAN

Pada tahun 1846  Serang telah menjadi tempat tinggal bagi lebih dari 200 orang Eropa dan ratusan orang Tionghoa. Beberapa orang dari India, Arab dan bangsa Timur lainnya juga dilaporkan telah tinggal di Kota Serang.

Orang Eropa yang tinggal di Serang umumnya adalah para pejabat tinggi yang bekerja di berbagai sektor dan kedinasan di bawah administrasi Keresidenan Banten. Kota Serang juga  menjadi tempat tinggal inlandsche bestuur ambtenaren atau pejabat pribumi.

Dengan status administratif pemerintahan seperti itu, Kota Serang menjadi satu-satunya tempat di Banten dengan jumlah sekolah terbanyak, baik dari segi keragamaan jenisnya, misalnya ELS, Sekolah Desa, HCS, HIS, Sekolah Roma, maupun jenjangnya, seperti OSVIA, Normaal School, Frobel School dan lain-lain.

a.       Sekolah untuk Bangsa Eropa

Banyaknya orang Eropa yang tinggal di kota ini setidaknya sejak pendirian Keresidenan Banten tahun 1808 dapat dijadikan indikasi akan keberadaan sekolah untuk Bangsa Eropa. Dengan demikian sekolah untuk bangsa ini telah berdiri sejak awal abad ke-19. Keberadaan sekolah Eropa ini dapat dilihat dari keberadaan Komisi Sekolah. Surat keputusan (besluit) penggantian anggota komisi yang ditandatangani Gubernur Jenderal tanggal 18 Desember 1869 membuktikan sudah adanya sekolah Eropa di Serang.

Siswa Eropa yang beragama Kristen, pemerintah kolonial mengangkat seorang guru bantu untuk mengajar sejarah agama kristen di sekolah ini. Dalam belsuit yang ditandatangani Gubernur Jenderal tanggal 6 Oktober 1875 disebutkan bahwa J.W. Te Kolste diangkat menjadi hulponderwijzer untuk mengajar bijble geschiedenis (sejarah Injil) dan digaji sebesar fl. 30 perbulan. Sekolah dasar Bangsa Eropa atau Europesche lagere school adalah nama sekolahnya, sekolah jenis ini di Banten hanya ada di tiga tempat yaitu: Serang, Rangkasbitung dan Tangerang.

b.       ELS Serang

Sebagai sekolah tertua yang ada di Banten, ELS pada awalnya adalah sekolah yang dibuka khusus untuk anak-anak yang orang tuanya berkebangsaan Belanda atau Eropa. Anak-anak pribumi tidak diizinkan masuk sekolah ini. Karena selain standar dan inspeksi sekolah ini dilakukan secara ketat sesuai dengan asas konkordansi atau kesesuaian kualitas pengajar dengan sekolah serupa di Negeri Belanda, juga diskriminasi dilakukan terhadap kaum pribumi, karena ELS, merupakan pijakan pertama bagi mereka yang hendak meneruskan ke sekolah jenjang berikutnya. Kualitas pengajaran sekolah Eropa di Hindia Belanda harus sesuai dengan sekolah serupa di Eropa, nampaknya kualitas pengajaran ELS Serang tetap dijaga ketat. Hal ini terefleksi dalam fakta bahwa kepala sekolah dan dua orang guru ELS ini atau selain mereka yang telah memegang akte kepala.

Seiring dengan itu, perpindahan dan mutasi guru di sekolahtertua ini relatif intens. Pada tahun 1930-an, guru wanita, Roest dimutasi ke Hollandsch Chineese School di Batavia. Sebagai penggantinya, Pemerintah Kolonial memutasi seorang guru dari Eropa, Nyonya Franzen Herderschee, yang tinggal di Serang sampai tahun 1933. Untuk membantu tugas-tugas Nyonya Herderschee, Pemeintah Kolonial segera memutasi Van Zanten dari sebuah sekolah di Belanda ke Serang. Namun sampai tahun ajaran baru (Juli 1931), dilaporkan bahwa Van Zanten belum tiba di Serang.

Kegiatan sekolah Eropa yang pada tahun 1933 memiliki 120 siswa ini padat dan beragam. Pada pertengahan Mei, sekolah ini menyelenggarakan study tour, mengajak para siswanya, terutama kelas 4,5,6,7 ke Jakarta dan Bogor. Sementara pada liburan menjelang Natal (Desember 1933), para siswa ELS melakukan studi reis dengan naik kereta api ke Merak dan selanjutnya naik kapal uap ke Lampung. Pameran karya siswa ELS kerap kali dilakukan. Di bawah bimbingan Mej. A. Welter para siswa ELS memamerkan hasil karya kerajinan siswa seperti sulaman, pot bunga, lampu hias, boneka dan souvenir, dll.4

c.         Sekolah Agama Katolik Roma (1895-1907)

Di samping sekolah umum, untuk Bangsa Eropa juga didirikan sekolah agama, baik untuk penganut Protestan maupun penganut Katolik. Sekolah agama untuk penganut Protestan diyakini telah ada sejak berdirinya gereja Protestan pada tahun 1846. Keyakinan ini didasarkan pada fakta bahwa mayoritas orang Belanda yang tinggal di Serang beragama Kriten Protestan. Sekolah ini berada dalam pengawasan dan tanggung jawab Apostolisch Vicariaat, Dewan Gereja Katolik Roma tertinggi, yang berada di Batavia.

Kucuran dana rutin dari kas Pemerintah Kolonial ini tidak lepas dari upaya Uskup Katolik Roma, E. S. Lampen untuk memajukan dan menyebarluaskan pengajaran agama Katolik kepada para pengikutya. Subsidi rutin bulanan sebesar fl.20 yang diberikan Pemeintah Kolinial untuk mendukung kegiatan belajar mengajar Sekolah Katolik Roma ini berdampak pada peningkatan respon masyarakat penganut Katolik Roma yang tinggal di Banten. Eksistensinya tetap terjaga di Banten.

d.    Sekolah Belanda Pertama untuk Bumi Putera

Sekolah ala Belanda untuk bangsa bumi putera pertama didirikan di Serang pada tahun 1879. Tahun pendirian sekolah ini hampir sama dengan tahun pendirian sekolah serupa yang ada di Lebak dan Caringin. Bukti keberadaan sekolah ini adalah bentuknya Komisi Sekolah Pribumi di Serang oleh Pemerintah Kolonial pada tahun 1876.saan Belanda.

Murid yang belajar disekolah ini berasal dari anak pangreh praja baik level tinggi maupun level rendah. Kemudian pada tahun 1897 Departemen Pendidikan mengeluarkan keputusan untuk membagi sekolah pribumi tertua ini mejadi dua jenis berlandaskan peraturan pemerintah tahun 1893 no.125 yang menetapkan reorganisasi sekolah pribumi menjadi sekolah pribumi kelas satu dan sekolah pribumi kelas dua.

Tahun 1898, gedung sekolah kelas satu dibangun dengan menghabiskan biaya fl.3546. dari dana yang dipakai, dapat dipastikan bahwa kualitas bangunan sekolah ini bagus dan permanen. Wajar jika bekas bangunan kelas satu untuk pribumi ini masih dapat kita lihat sekarang. Bekas lokasi bangunan sekolah ini sekarang dipakai untuk SDL Serang yang terletak berhadapan dengan alun-alun Kota Serang. Berkurangnya siswa mungkin karena beberapa anak ambtenar kelas tinggi lebih suka memasukan anak mereka ke Sekolah Dasar Eropa (ELS), karena dengan begitu anak mereka lebih mudah diterima untuk melanjutkan sekolah seperti di STOVIA, HBS, MULO dan lainnya.

e.    Sekolah Kelas Dua di Anyer (1900)

Berkaitan dengan keberadaan sekolah pribumi pertama di Anyer dokumen dan arsip kolonial menyebutkan bahwa sekolah pribumi pertama di Anyer adalah sekolah kelas dua yang didirikan tahun 1900. Dilaporkan bahwa lokasi sekolah ini menempati sebuah rumah besar yang disewa fl. 30 perbulan. Biaya sewa ini dibayar oleh Pemerintah Kolonial. Siswa yang mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah ini tidak kurang dari 30 orang.

f.       Sekolah di Kopo (1903)

Menurut catatan kolonial, pendiri sekolah pertama di daerah ini berlangsung ada 1 April 1903. Nama sekolahnya dirujuk dalam catatan tersebut dengan een openbare inlandsche school voor lager onderwijs der 2ᵉ klasse atau sekolah dasar untuk bangsa pribumi kelas dua. Biaya pembangunan gedung sekolah ini ditanggung renteng oleh tuan tanah bangsa Eropa di Cikande udik.

Laporan kolonial mencatat bahwa sekolah ini berkembang pesat. Jumlah siswa bertambah secara signifikan. Namun, lokal bangunan yang tidak memungkinkan mendukung proses belajar mengajar dengan nyaman. Permohonan bantuan subsidi untuk penambahan lokal bangunan diajukan kepada Departemen Pendidikan.


KESIMPULAN

Dapat diketahui bahwa pada masa kolonial Belanda telah terjadi perubahan hampir disegala bidang termasuk bidang pendidikan di Kota Serang. Sebagai ibukota Karesidenan Banten, Serang pada masa kolonial adalah satu-satunya tempat yang paling ramai di Banten.

Kota Serang merupakan ibukota afdeeling Serang dan juga Kota Serang adalah demangschap. Karena itu Serang menjadi tempat tinggal inlandsche bestuur ambtenaren atau pejabat pribumi dari mulai bupati, patih, jaksa, wedana, mantri, guru, dan polisi. Dengan status administratif pemerintahan seperti itu maka Kota Serang menjadi satu-satunya tempat di Banten dengan jumlah sekolah terbanyak.

Banyaknya orang Eropa yang tinggal di kota ini setidaknya sejak pendirian Keresidenan Banten tahun 1808 dapat dijadikan indikasi akan keberadaan sekolah untuk Bangsa Eropa. Dengan demikian sekolah untuk bangsa ini telah berdiri sejak awal abad ke-19. Keberadaan sekolah Eropa ini dapat dilihat dari keberadaan Komisi Sekolah. Surat keputusan (besluit) penggantian anggota komisi yang ditandatangani Gubernur Jenderal tanggal 18 Desember 1869 membuktikan sudah adanya sekolah Eropa di Serang.

 Pendidikan di Kota Serang dapat dikatakan paling maju di daerah Banten karena terdapat banyak sekolah seperti misalnya : Sekolah untuk Bangsa Eropa, ELS, Sekolah Agama Katholik Roma, HIS, OSVIA, Normaal School, Forbel School, Bumi Putrra dan lain-lain

Pada dua dasawarsa pertama setelah tahun 1900, pendidikan di Hindia Belanda mengalami kemajuan yang agak pesat. Berbagai sekolah yang ada merupakan kelanjutan dari abad ke-19 atau didirikan pada abad ke-20. Pemerintah berusaha untuk menciptakan suatu sistem pendidikan yang umum bagi sekian banyak golongan penduduk yang beranekaragam di mana persekolahan didasarkan pada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan sosial yang ada dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku pada waktu itu.


DAFTAR PUSTAKA

Ayatrohaedi. 1995. Banten Sebelum Islam, Dalam Banten Kota Pelabuhan Jalan Sutra. Jakarta: Depdikbud.

Ali, Mufti. 2015. Banten dan Pembaratan Sekolah.  Serang: LP2M UIN SMH Banten.

Djumhur, I dan Drs. H. Danasuparta.1959.  Sejarah Pendidikan. Bandung : CV Ilmu Bandung.

Lubis, Nina H. 2003. Banten Dalam Pergumulan Sejarah. Jakarta: LP3ES.

Michrob, Halwany. 1990. Catatan Masa Lalu Banten. Serang: Penerbit Saudara. Roesjan, Tb. 1954. Sedjarah Banten, Djakarta: Penerbit Arief


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama