Abstrak
Penulisan ini membahas tentang kondisi pendidikan di
Kota Serang pada masa kolonial. Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk
mengetahui sekolah- sekolah yang ada di Kota Serang sebagai ibukota Karesidenan
Banten. Dengan menggunakan metode penelitian studi pustaka dapat diketahui
bahwa pada masa kolonial Belanda telah terjadi perubahan hampir disegala bidang
termasuk bidang pendidikan di Kota Serang. Sebagai ibukota Karesidenan Banten,
Serang pada masa kolonial adalah satu-satunya tempat yang paling ramai di
Banten. Disamping itu Kota Serang merupakan ibukota afdeeling Serang dan juga Kota Serang adalah demangschap. Karena
itu Serang menjadi tempat tinggal inlandsche
bestuur ambtenaren atau pejabat pribumi dari mulai bupati, patih, jaksa,
wedana, mantri, guru, dan polisi. Dengan status administratif pemerintahan
seperti itu maka Kota Serang menjadi satu-satunya tempat di Banten dengan
jumlah sekolah terbanyak. Pendidikan di Kota Serang dapat dikatakan paling maju
di daerah Banten karena terdapat banyak sekolah seperti misalnya : ELS, HIS,
OSVIA, Normaal School, Forbel School, dan lain-lain. Fokus kajian tulisan ini
yaitu kepada keadaan jenis sekolah-sekolah yang ada di Kota Serang pada masa
kolonial.
Kata Kunci : Pendidikan, Sekolah, Kota
Serang, Masa kolonial.
PENDAHULUAN
Keberadaan Kota Serang tidak terlepas dari perjalanan
panjang sejarah kesultanan Banten. Kesultanan Banten pada masa lalu adalah kota
pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedangang baik dari dalam maupun luar
negeri. Sampai pada kedatangan bangsa barat ke Banten yang pada awalnya
kedatangan bangsa Barat bertujuan untuk memperoleh barang komoditas yang laku
di pasaran dunia. Akan tetapi semangat imperialisme dan kolonialisme bangsa
Belanda khususnya memonopoli perdagangan atau sendi kehidupan kehidupan masyarakat
Banten.
Kolonialisme dan Imperialisme ini membawa pengaruh
yang luar biasa terhadap Nusantara, salah satu wilayah yang mendapat pengaruh
adalah kesultanan Banten terutama pada Kota Serang yang menjadi Ibukota dari
Karesidenan Banten, salah satu karesidenan yang dibuat oleh pemerintah
kolonial.
Salah satu pengaruh dari Belanda yaitu bidang
pendidikan. Pengaruh
dalam bidang pendidikan, pada masa VOC kondisi pendidikan di Nusantara termasuk
di Kota Serang dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan
komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda dimana lembaga pendidikan
dikelola secara bebas oleh
organisasi-organisasi keagamaan, maka selama abad ke-17 hingga 18 Masehi bidang
pendidikan di Nusantara harus berada didalam pengawasan dan kontrol ketat dari
VOC.
Jadi, sekalipun penyelenggaraan pendidikan tetap
dilakukan oleh kalangan agama (gereja), tetapi mereka adalah berstatus sebagai
pegawai VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan gaji. Maka dari itu, dapat
dikatakan bahwa sistem pendidikan yang dilaksanakan pada masa kolonial
mayoritas bercorak keagamaan (Kristen).
Begitupun dengan pendidikan yang diterapkan di Kota
Serang tidak jauh berbeda dengan sistem pendidikan yang ada di wilayah
nusantara lainnya karena masih dibawah pengawasan VOC.
PEMBAHASAN
Pada tahun 1846
Serang telah menjadi tempat tinggal bagi lebih dari 200 orang Eropa dan
ratusan orang Tionghoa. Beberapa orang dari India, Arab dan bangsa Timur
lainnya juga dilaporkan telah tinggal di Kota Serang.
Orang Eropa yang tinggal di Serang umumnya adalah para
pejabat tinggi yang bekerja di berbagai sektor dan kedinasan di bawah
administrasi Keresidenan Banten. Kota Serang juga menjadi tempat tinggal inlandsche bestuur
ambtenaren atau pejabat pribumi.
Dengan status administratif pemerintahan seperti itu,
Kota Serang menjadi satu-satunya tempat di Banten dengan jumlah sekolah
terbanyak, baik dari segi keragamaan jenisnya, misalnya ELS, Sekolah Desa, HCS,
HIS, Sekolah Roma, maupun jenjangnya, seperti OSVIA, Normaal School, Frobel
School dan lain-lain.
a. Sekolah
untuk Bangsa Eropa
Banyaknya orang Eropa yang tinggal di kota ini
setidaknya sejak pendirian Keresidenan Banten tahun 1808 dapat dijadikan
indikasi akan keberadaan sekolah untuk Bangsa Eropa. Dengan demikian sekolah
untuk bangsa ini telah berdiri sejak awal abad ke-19. Keberadaan sekolah Eropa
ini dapat dilihat dari keberadaan Komisi Sekolah. Surat keputusan (besluit)
penggantian anggota komisi yang ditandatangani Gubernur Jenderal tanggal 18
Desember 1869 membuktikan sudah adanya sekolah Eropa di Serang.
Siswa Eropa yang beragama Kristen, pemerintah kolonial
mengangkat seorang guru bantu untuk mengajar sejarah agama kristen di sekolah
ini. Dalam belsuit yang ditandatangani Gubernur Jenderal tanggal 6 Oktober 1875
disebutkan bahwa J.W. Te Kolste diangkat menjadi hulponderwijzer untuk mengajar
bijble geschiedenis (sejarah Injil) dan digaji sebesar fl. 30 perbulan. Sekolah
dasar Bangsa Eropa atau Europesche lagere school adalah nama sekolahnya,
sekolah jenis ini di Banten hanya ada di tiga tempat yaitu: Serang,
Rangkasbitung dan Tangerang.
b. ELS
Serang
Sebagai sekolah tertua yang ada di Banten, ELS pada
awalnya adalah sekolah yang dibuka khusus untuk anak-anak yang orang tuanya
berkebangsaan Belanda atau Eropa. Anak-anak pribumi tidak diizinkan masuk
sekolah ini. Karena selain standar dan inspeksi sekolah ini dilakukan secara
ketat sesuai dengan asas konkordansi atau kesesuaian kualitas pengajar dengan
sekolah serupa di Negeri Belanda, juga diskriminasi dilakukan terhadap kaum
pribumi, karena ELS, merupakan pijakan pertama bagi mereka yang hendak
meneruskan ke sekolah jenjang berikutnya. Kualitas pengajaran sekolah Eropa di
Hindia Belanda harus sesuai dengan sekolah serupa di Eropa, nampaknya kualitas
pengajaran ELS Serang tetap dijaga ketat. Hal ini terefleksi dalam fakta bahwa
kepala sekolah dan dua orang guru ELS ini atau selain mereka yang telah
memegang akte kepala.
Seiring dengan itu, perpindahan dan mutasi guru di
sekolahtertua ini relatif intens. Pada tahun 1930-an, guru wanita, Roest
dimutasi ke Hollandsch Chineese School di
Batavia. Sebagai penggantinya, Pemerintah Kolonial memutasi seorang guru dari
Eropa, Nyonya Franzen Herderschee, yang tinggal di Serang sampai tahun 1933.
Untuk membantu tugas-tugas Nyonya Herderschee, Pemeintah Kolonial segera
memutasi Van Zanten dari sebuah sekolah di Belanda ke Serang. Namun sampai
tahun ajaran baru (Juli 1931), dilaporkan bahwa Van Zanten belum tiba di
Serang.
Kegiatan sekolah Eropa yang pada tahun 1933 memiliki
120 siswa ini padat dan beragam. Pada pertengahan Mei, sekolah ini
menyelenggarakan study tour, mengajak para siswanya, terutama kelas 4,5,6,7 ke
Jakarta dan Bogor. Sementara pada liburan menjelang Natal (Desember 1933), para
siswa ELS melakukan studi reis dengan naik kereta api ke Merak dan selanjutnya
naik kapal uap ke Lampung. Pameran karya siswa ELS kerap kali dilakukan. Di
bawah bimbingan Mej. A. Welter para siswa ELS memamerkan hasil karya kerajinan
siswa seperti sulaman, pot bunga, lampu hias, boneka dan souvenir, dll.4
c. Sekolah Agama Katolik Roma (1895-1907)
Di samping sekolah umum, untuk Bangsa Eropa juga
didirikan sekolah agama, baik untuk penganut Protestan maupun penganut Katolik.
Sekolah agama untuk penganut Protestan diyakini telah ada sejak berdirinya
gereja Protestan pada tahun 1846. Keyakinan ini didasarkan pada fakta bahwa
mayoritas orang Belanda yang tinggal di Serang beragama Kriten Protestan.
Sekolah ini berada dalam pengawasan dan tanggung jawab Apostolisch Vicariaat,
Dewan Gereja Katolik Roma tertinggi, yang berada di Batavia.
Kucuran dana rutin dari kas Pemerintah Kolonial ini
tidak lepas dari upaya Uskup Katolik Roma, E. S. Lampen untuk memajukan dan
menyebarluaskan pengajaran agama Katolik kepada para pengikutya. Subsidi rutin
bulanan sebesar fl.20 yang diberikan Pemeintah Kolinial untuk mendukung
kegiatan belajar mengajar Sekolah Katolik Roma ini berdampak pada peningkatan
respon masyarakat penganut Katolik Roma yang tinggal di Banten. Eksistensinya
tetap terjaga di Banten.
d. Sekolah Belanda Pertama untuk Bumi Putera
Sekolah ala Belanda untuk bangsa bumi putera pertama
didirikan di Serang pada tahun 1879. Tahun pendirian sekolah ini hampir sama
dengan tahun pendirian sekolah serupa yang ada di Lebak dan Caringin. Bukti
keberadaan sekolah ini adalah bentuknya Komisi Sekolah Pribumi di Serang oleh
Pemerintah Kolonial pada tahun 1876.saan Belanda.
Murid yang belajar disekolah ini berasal dari anak
pangreh praja baik level tinggi maupun level rendah. Kemudian pada tahun 1897
Departemen Pendidikan mengeluarkan keputusan untuk membagi sekolah pribumi
tertua ini mejadi dua jenis berlandaskan peraturan pemerintah tahun 1893 no.125
yang menetapkan reorganisasi sekolah pribumi menjadi sekolah pribumi kelas satu
dan sekolah pribumi kelas dua.
Tahun 1898, gedung sekolah kelas satu dibangun dengan
menghabiskan biaya fl.3546. dari dana yang dipakai, dapat dipastikan bahwa
kualitas bangunan sekolah ini bagus dan permanen. Wajar jika bekas bangunan
kelas satu untuk pribumi ini masih dapat kita lihat sekarang. Bekas lokasi
bangunan sekolah ini sekarang dipakai untuk SDL Serang yang terletak berhadapan
dengan alun-alun Kota Serang. Berkurangnya siswa mungkin karena beberapa anak
ambtenar kelas tinggi lebih suka memasukan anak mereka ke Sekolah Dasar Eropa
(ELS), karena dengan begitu anak mereka lebih mudah diterima untuk melanjutkan
sekolah seperti di STOVIA, HBS, MULO dan lainnya.
e. Sekolah Kelas Dua di Anyer (1900)
Berkaitan dengan keberadaan sekolah pribumi pertama di
Anyer dokumen dan arsip kolonial menyebutkan bahwa sekolah pribumi pertama di
Anyer adalah sekolah kelas dua yang didirikan tahun 1900. Dilaporkan bahwa
lokasi sekolah ini menempati sebuah rumah besar yang disewa fl. 30 perbulan.
Biaya sewa ini dibayar oleh Pemerintah Kolonial. Siswa yang mengikuti kegiatan
belajar mengajar di sekolah ini tidak kurang dari 30 orang.
f. Sekolah di Kopo (1903)
Menurut catatan kolonial, pendiri sekolah pertama di
daerah ini berlangsung ada 1 April 1903. Nama sekolahnya dirujuk dalam catatan
tersebut dengan een openbare inlandsche school voor lager onderwijs der 2ᵉ
klasse atau sekolah dasar untuk bangsa pribumi kelas dua. Biaya pembangunan gedung
sekolah ini ditanggung renteng oleh tuan tanah bangsa Eropa di Cikande udik.
Laporan kolonial mencatat bahwa sekolah ini berkembang pesat. Jumlah siswa bertambah secara signifikan. Namun, lokal bangunan yang tidak memungkinkan mendukung proses belajar mengajar dengan nyaman. Permohonan bantuan subsidi untuk penambahan lokal bangunan diajukan kepada Departemen Pendidikan.
KESIMPULAN
Dapat diketahui bahwa pada masa kolonial Belanda telah
terjadi perubahan hampir disegala bidang termasuk bidang pendidikan di Kota
Serang. Sebagai ibukota Karesidenan Banten, Serang pada masa kolonial adalah
satu-satunya tempat yang paling ramai di Banten.
Kota Serang merupakan ibukota afdeeling Serang dan juga Kota Serang adalah demangschap. Karena
itu Serang menjadi tempat tinggal inlandsche
bestuur ambtenaren atau pejabat pribumi dari mulai bupati, patih, jaksa,
wedana, mantri, guru, dan polisi. Dengan status administratif pemerintahan
seperti itu maka Kota Serang menjadi satu-satunya tempat di Banten dengan
jumlah sekolah terbanyak.
Banyaknya orang Eropa yang tinggal di kota ini
setidaknya sejak pendirian Keresidenan Banten tahun 1808 dapat dijadikan indikasi
akan keberadaan sekolah untuk Bangsa Eropa. Dengan demikian sekolah untuk
bangsa ini telah berdiri sejak awal abad ke-19. Keberadaan sekolah Eropa ini
dapat dilihat dari keberadaan Komisi Sekolah. Surat keputusan (besluit)
penggantian anggota komisi yang ditandatangani Gubernur Jenderal tanggal 18
Desember 1869 membuktikan sudah adanya sekolah Eropa di Serang.
Pendidikan di
Kota Serang dapat dikatakan paling maju di daerah Banten karena terdapat banyak
sekolah seperti misalnya : Sekolah untuk Bangsa Eropa, ELS, Sekolah Agama
Katholik Roma, HIS, OSVIA, Normaal School, Forbel School, Bumi Putrra dan
lain-lain
Pada dua dasawarsa pertama setelah tahun 1900,
pendidikan di Hindia Belanda mengalami kemajuan yang agak pesat. Berbagai
sekolah yang ada merupakan kelanjutan dari abad ke-19 atau didirikan pada abad
ke-20. Pemerintah berusaha untuk menciptakan suatu sistem pendidikan yang umum
bagi sekian banyak golongan penduduk yang beranekaragam di mana persekolahan
didasarkan pada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan sosial yang
ada dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku pada waktu itu.
DAFTAR PUSTAKA
Ayatrohaedi.
1995. Banten Sebelum Islam, Dalam Banten
Kota Pelabuhan Jalan Sutra. Jakarta: Depdikbud.
Ali,
Mufti. 2015. Banten dan Pembaratan
Sekolah. Serang: LP2M UIN SMH
Banten.
Djumhur,
I dan Drs. H. Danasuparta.1959. Sejarah Pendidikan. Bandung : CV Ilmu
Bandung.
Lubis,
Nina H. 2003. Banten Dalam Pergumulan Sejarah. Jakarta: LP3ES.
Michrob,
Halwany. 1990. Catatan Masa Lalu Banten.
Serang: Penerbit Saudara. Roesjan, Tb. 1954. Sedjarah Banten, Djakarta:
Penerbit Arief
Posting Komentar