RADEN SALEH DAN KOLONIALISME SERTA MAKNA LUKISAN PENANGKAPAN PANGERAN DIPONEGORO TAHUN 1830


Ditulis Oleh: Aslikah
(Mahasiswa Pendidikan Sejarah Angkatan 2018)


Abstrak

Raden Saleh Syarif Bustaman adalah seorang pelukis keturunan Arab dan Jawa menjadi pelukis Hindia Belanda. Keluarganya adalah keturunan bangsawan yang setia kepada kolonial dan juga secara bersamaan melakukan pemberontakan. Pamannya adalah seorang Bupati Semarang yaitu Suriadimenggolo yang pada saat itu berpihak pada Pangeran Diponegoro dan menjadikan kelurga Bustaman yang ada di Semarang hancur. Karena keberpihakkannya kepada Pangeran Diponegoro Suriadimenggala dan anaknya di tahan dan diasingkan, berbeda denga Raden Saleh yang mendapatkan tugas dari pihak kolonial  ke Belanda untuk melanjutkan pendidikannya serta untuk menjauhkan Raden Saleh dari pengaruh pamannya . kemudian dengan dukungan pemerintah Belanda Raden Saleh  menjadi pelukis bagi Kerajaan Belanda. Yang menarik dalam salah satu lukisannya yakni yang berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro (Gevangenname Van Prins Diponegoro) menggambarkan perlawanannya terhadap kolonial melalui sebuah karya seni. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memahami hubungan Raden Saleh denga pihak kolonial dan dapat memahami makna dari lukisan Raden Saleh yang berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro (Gevangenname Van Prins Diponegoro).

 

Kata Kunci : Raden Saleh, Kolonial, Pangeran Diponegoro,  Hendrik Markus  De Kock


 

PENDAHULUAN

            Menurut Kamus Besar Bahasa Indinesia Kolonialisme adalah paham tentang penguasaan suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas daerah itu. Indonesia mengalami penjajahan dari beberapa negara Eropa seperti Portugis, Belanda, Perancis dan Inggris. Negara Eropa yang melakukan penajajahan terlama adalah Belanda dimana kurang lebih tiga abad bangsa tersebut menguasai Nusantara.

Perlawanan-perlawanan dari rakyat nusantara pun terus dilakukan untuk mengusir penjajah, seperti yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa. Hal yang menarik dalam penulisan ini terjadi saat keterkaitan Raden Saleh seorang pelukis pribumi yang berhubungan erat dengan kolonial dan juga memiliki keterkaitan dengan Pangeran Diponegoro.

Raden Saleh Syarif Bustaman lahir pada tahun 1811 di Terboyo desa kecil di Semarang Jawa Tengah. Ayahnya bernama Sayyid Hussein bin Alwi bin Awal bin Yahya dan ibunya bernama Mas Ajeng Zarip Husen. Diketahui keturunan Raden Saleh berasal dari Arab yakni buyutnya Sayyid Abdullah Muhammad Bustam merupakan pegawai Belanda yang menjadi bawahan Bupati Terboyo. Ia dibesarkan oleh pamannya yang merupakan Bupati Semarang dan berkenalan dengan orang kolonial yang kemudian mendidiknya untuk mempelajarai seni lukis

Dalam perspektifnya Raden Saleh tidak melakukan perlawan terhadap kolonial bahkan ia cendrung dianak emaskan oleh pihak Belanda namun tetap ia juga merasakan tidak terima dengan adanya pejajahan yang dilakukan oleh bangsa Eropa. Raden Saleh melakukan keberpihakkannya dalam perjuangan Pangeran Diponegoro dengan menggambarkan penangkapan Pangeran Diponegoro melalui karya seni lukisnya yang merupakan respon atas karya seni Nicolaas Pieneman tentang penangkapan Pangeran Diponegoro yang lebih memihak kepada pihak Kolonial. Dengan itu Raden Saleh menggambarkannya dengan sudut yang berbeda yang lebih memihak kepada rakyat Jawa.

 

PEMBAHASAN

Kehidupan Raden Saleh

Raden Saleh Syarif Bustaman lahir pada tahun 1811 di Terboyo di Semarang Jawa Tengah. Ayahnya bernama Sayyid Hussein bin Alwi bin Awal bin Yahya dan ibunya bernama Mas Ajeng Zarip Husen. Diketahui keturunan Raden Saleh berasal dari Arab yakni buyutnya Sayyid Abdullah Muhammad Bustam merupakan pegawai Belanda yang menjadi bawahan Bupati Terboyo. Kariernya sukses berkat kesetiaannya kepada VOC (Vereenigde Indische Compagnie). Kemudian kedekatan keluarga Raden Saleh dengan kolonial pun membuat pamannya Raden Saleh menjabat sebagai Bupati Semarang yakni Adipati Suriadimenggolo yang awalnya merupakan Bupati Kendal kemudian Demak, lalu pada saat pemerintahan Raffles diangkat menjadi Bupati Semarang yang menjadi daerah penting.

Ketika Raden Saleh menginjak usia sekitar 9-10 tahun ia diserahkan kepada pamannya yang menjabat sebagai Bupati Semarang yakni Adipati Suriadimenggolo, sebelum tinggal dengan pamannya Raden Saleh sudah gemar menggambar sejak kecil, bakatnya dibidang seni sudah menonjol saat ia bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School). Raden Saleh juga pernah dititipkan kepada pihak Belanda oleh pamannya untuk belajar mengenai seni lukis. Pada tahun 1819 Raden Saleh dipanggil dan diajak Gubernur Jendral Robert Van Der Capellan ke Buitenzorg (Bogor) diantar oleh Reinwardt yang kemudian diurus oleh Antonie Auguste Joseph Payen seorang pelukis asal Belgia yang menghabiskan waktunya di Jawa Barat dengan Payen dan Reinwardt yang kemudian menjadi gurunya, gambar-gambar Raden Saleh menceritakan tentang pendudukan Jawa secara ekonomi dan ilmu pengetahuan pada masa kolonialisme.

            Pada saat terjadinya perang di Jawa paman Raden Saleh yakni Adipati Suriadimenggolo dan anaknya Raden Mas Sukur dan adiknya ditangkap pihak kolonial pada tahun 1825  mereka dipenjara kemudian dikirim ke Surabaya dan diasingkan ke Ambon dan Sumenep, hingga Adipati Suriadimenggolo meninggal disana pada tahun 1827, dan Raden Mas Sukur terus setia pada Pangeran Diponegoro. Berbeda dengan sepupunya Raden Saleh kembali ke Semarang dan mendaftarkan dirinya bekerja sebagai dinas Administrasi yang ditempatkan di Cianjur. Kemudian pada tahun 1829  Raden Saleh berangkat ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan yang telah diberikan oleh pemeritah Kolonial namun keberangkatannya ke Belanda bukan hanya sekadar belajar seni lukis saja ia mengemban tugas untuk mengajari Inspektur keuangan Belanda Baptiste de Linge mengenai adat-istiadat Jawa, Bahasa Jawa dan Melayu yang diperintahkan oleh Robert Van Der Capellan. Namun menurut beberapa konspirasi terdapat unsur politik dalam pemberangkatan  Raden Saleh ke Belanda yakni untuk menjauhkan Raden Saleh dari pengaruh pamannya Suriadimenggolo yang berpihak pada Pangeran Diponegoro.

            Raden Saleh meninggalkan Jawa saat terkadinya perang Jawa yang belum berakhir dan Pangeran Diponegoro pun belum ditangkap. Di Belanda Raden Saleh memiliki mentor yakni cornelis Kruseman seorang pelukis potret sejarah yang tinggal di Den Haag, di studio Cornelis Kreseman pun ia sempat bertemu dengan Jendral Hendrik Markus De Kock yang mengakhiri perang Jawa dengan menangkap Pangeran Diponegoro. Dan dalam perjalanan hidupnya Raden Saleh melakukan beberapa lawatan untuk melukis ke berbagai negara seperti Jerman dan Perancis.

 

Hubungan Raden Saleh dengan Kolonial

Kedekatan keluarga Raden Saleh dengan pihak Kolonial memang sudah terjalin cukup lama dimana buyut dan pamannya serta keluarga yang lainnya dipercaya untuk menempati kekuasaan di beberapa daerah di Jawa. Sehingga pada saat Raden Saleh tinggal dengan pamannya Suriadimenggolo ia sempat dititipkan ke orang-orang Belanda untuk mempelajari seni lukis.

Saudara sepupu Raden Saleh yakni Raden Mas Sukur yang ikut berjuang dipihak Pangeran Diponegoro yang membuat keluarganya ditangkap dan diasingkan oleh pihak Belanda, peristiwa itu menyebabkan kehancuran bagi keluarga Bustaman di Semarang yang tak hanya kehilangan jabatannya saja sebagai Bupati.

            Hubungan Raden Saleh semakin dekat dengan Kolonial saat terjadinya Perang Jawa yang menjadi titik akhir perlawanan Pangeran Diponegoro yang ditangkap oleh Hendrik Markus De Kock yang pada saat itu Raden Saleh diberangkatkan ke Belanda dan diberikan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya dalam bidang seni oleh pihak Kerajaan Belanda, bahkan ia mempelajari seni lukis ke beberapa negara seperti Dresden Jerman dan Perancis yang disetujui oleh Raja Willem I dan Raja Willem II walaupun pada waktu itu Raja Willem I tidak memberikan beasiswa kepadanya..

            Maka sulit bagi Raden Saleh yang dibina sejak kecil oleh pihak kolonial untuk melakukan perlawan terbuka bahkan untuk sekadar melepaskan diri dari pemerintah kolonial, kendatipun demikian , dari sebagian surat dan catatan tentang riwayat Raden Saleh pun terungkap bahwa Raden Saleh tidak sepenuhnya nyaman dengan ketergantungannya pada pemeritah kolonial. Di dalam suratnya terkuak bahwa ia mengalami pergolakan batin yang menunjukkan gejala melakukan perlawanan atau pembangkangan meski hanya sebatas dalam psikis intelektual atau secara simbolik.  Berlanjut ketika ia berada di Jerman ia akrab dengan para aristocrat dan cendekiawan setempat yang seringkali ia berbicara tentang simpatinya pada Jerman yang anti penjajahan karena dirinya pun berasal dari keluarga yang anti penjajahan. dan puncaknya ia mendapatkan berita menegenai penangkapan Pangeran Diponegoro, yang membuat ia ingin melukiskan tentang kejadian tersebut yang akhirnya terwujud pada tahun 1857. Dipihak lain Belanda pun cenderung mengenmbangkan sikap curiga bahkan memata-matai Raden Saleh sejak ia menjadi pelukis “makhluk pribumi pintar sendiri” sepulang dari Eropa. Bahkan ketika di Bekasi terjadi pemberontakan kecil pada tahun 1869, Raden Saleh bahkan ditangkap dan diintrogasi dan dikenai tahan rumah, dan sejak saat itu perannya dalam pemerintahan terus dikurangi.

 

Makna Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro (Gevangenname Van Prins Diponegoro)

            Lukisan historis yang menggambarkan tentang penangkapan Pangeran Diponegoro oleh kolonial Belanda merupakan lukisan yang dibuat oleh Raden Saleh pada tahun 1857 untuk yang mulia Raja Belanda Willem III, pada awalnya Raden Saleh tidak memutuskan untuk mendalami seni lukis historis namun karena  lukisan ini sangat erat dengannya dimana nasib keluarganya sendiri terpaut dengan nasib Pangeran Diponegoro.

            Lukisan ini menggambarkan salah satu peristiwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia ketika melawan penjajah kolonial menggambarkan penangkapan Pangeran Diponegoro yang dilakukan oleh Hendrik Markus De Kock, Raden Saleh menggambarkan kemarahan Pangeran Dipomegoro terhadap penghianatan atau kecurangan Belanda dimana pada awalnya Jendral Hendrik Markus De Kock secara resmi mengundang Pangeran Diponegoro untuk membicarakan perdamaian, namun secara licik ia melakukan penangkapan kepada Pangeran Diponegoro yang membuat Pangeran Diponegoro di asingkan seumur hidupnya di Sulawesi dan meninggal di Makassar pada tahun 1855.

(Lukisan Raden Saleh)

Sumber: Wikipedia

            Luisan karya Raden Saleh ini menggambarkan bagaimana keadaan penangkapan Pangeran Diponegoro yang berdiri didepan Jendral Hendrik Markus De Kock dimana Pangeran Diponegoro tampak menahan kemarahannya. Pembuatan lukisan dengan judul Gevangenname Van Prins Diponegoro ini merupakan reaksi dari pelukis Nicolaas Pieneman yang telah terlebih dahulu menggambarkan peristiwa pengkapan Pangeran Diponegoro dengan judul lukisan “Penyerahan Diri Pangeran Diponegoro kepada Letnan Jenadral HM De Kock, 28 Maret 1830, yang mengakhiri Perang Jawa (1825-1830)”

(Lukisan Nicolas Pieneman)

Sumber: Wikipedia

            Nicolaas Pieneman melukiskan Pangeran Diponegoro melalui ekspresi tubuhnya, bahwa Pangeran Diponegoro menerima penaklukannya, dan para pengikutnya mengekpresikan secara fisik bahwa keputusan Jendral Hendrik Markus De Kock baik untuk semua orang, Belanda maupun orang Jawa karena tidak ada pilihan lain (Kraus, Warner dkk. 2018). Berbeda dengan Raden Saleh ia meangetahui wafatnya Diponegoro melalui sebuah artikel Javasche Courant  pada tahun 1855, sesaat ia ingin melukiskan penangkapan Pangeran Diponegoro kemudian Raden Saleh pun melakukan observasinya ke Magelang untuk menyusun lukisannya yang mana lukisannya berbeda dengan penggambaran Nicolaas Pieneman. Raden Saleh menggambarkan Pangeran Diponegoro menunjukkan air muka penuh amarah dan sikap menghina, ia memandang Hendrik Markus De Kock dengan sikap menentang dan Hendrik Markus De Kock pun mengambil jarak dengan sikap dingin dan pandangan hampa (Kraus, Warner dkk. 2018).

Nicolaas Pieneman menempatkan Hendrik Markus De Kock setingkat lebih tinggi dari Pangeran Diponegoro sedangkan Raden Saleh mnenempatkannya di posisi yang sama dimana Hendrik Markus De Kock berada di sebelah kiri yang dalam konteks tradisi Jawa digolongkan sebagai perempuan,  dengan begitu Raden Saleh telah membuat aturan Hierarki yang jelas bagi pengamat lukisan Jawa: sebelah kanan adalah sisi lelaki yaitu pangeran Dipnegoro yang aktif dan dinamis ; sebelah kiri adalah untuk perempuan, yaitu Hendrik Markus De Kock yang pasif dan canggung dan juga Raden Saleh menggambarkan Hendrik Markus De Kock dengan pelukisan kepala yang besar yang dalam tradisi Jawa menggambarkan hantu-hantu jawa seperti Buto Terong yang merupakan sosok raksasa yang penuh rakus yang mencitrakan pasukan Belanda saat itu, dan dalam lukisan ini pun Raden Saleh memasukkan dirinya  sebagai bentuk keberpihakkannya kepada Pangeran Diponegoro dan sebagai saksi sebuah perbuatan yang memalukan yang dilakukan oleh Jendral Hendrik Markus De Kock (Kraus, Warner dkk. 2018). Kurang lebih terdapat dua penggambaran dirinya di lukisan itu yakni sebagai seorang prajurit yang menunduk kepada pemimpin yang menangkapnya dan dan sebagai seorang prajurit yang menghadap kearah penonton. Lukisan Raden Saleh ini diberikan kepada Raja Willem III sedangkan Nicolaas Pieneman menunjukkan lukisannya kepada Hendrik Markus De Kock.

KESIMPULAN

Kolonialisme terjadi di Indonesia kurang lebih hampir tiga abad lamanya. Dimana dalam kebijakannya membuat rakyat Hindia-Belanda dalam kesengsaraan yang kemudian mendatangkan perlawanan. Bentuk perlawanan terhadapan kekejaman penjajah berbeda-berbeda seperti yang dilakukam Raden Saleh ia menuangkan protesnya terhadap penjajah melalui karya seni nya yakni yang tergambar dalam lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro. walaupun ia sendiri memiliki hubungan yang erat dengan Belanda bahkan ia mendapatkan begitu keistimewaan dari pihak Belanda salah satunya mendapatkan beasiswa belajar ke luar negeri untuk mempelajar tentang seni lukis. Disisi lain keluarganya hancur oleh pihak Belanda saat terjadinya Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dimana pamannya Adipati Suriadimenggolo dan anaknya memihak kepada Pangeran Diponegoro yang kemudian ditangkap dan diasingkan.

Raden Saleh sudah memiliki rencana untuk membuat lukisan mengenai penggambaran penangkapan Pangeran Diponegoro yang merupakan respon dari lukisan Nicolaas Pieneman yang dalam ilustrasinya berpihak kepada kolonialisme.

 

DAFTAR PUTSAKA

Setianingsih Purnomo. 2014. Seni Rupa Masa Kolonial: Mooi Indie Vs Persagi. Volume V. No. 01. Hal 9

http://ejournals.umn.ac.id/index.php/FSD/article/download/391/357/  (diunduh pada tanggal 2 Mei 2019)

Kraus, Warner dan Irina Vogelsang. 2018.  Raden Saleh (Kehidupan dan Karyanya). Jakarta: KPG  (Kepustakaan Populer Gramedia).

Mochamad Fauzie. 2013. Raden Saleh, Pengkhianat atau Pahlawan?. Hidayatullah.com

https://m.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2013/12/09/7673/raden-saleh-penghianat-atau-pahlawan.html  (diunduh pada 23 April 2019)

Ditpcbm. 2019. Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro, Perlawanan Raden Saleh atas Karya Nicolaas Pieneman. Kebudayaan. Kemdikbud. Co.id

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/lukisan-penangkapan-pangeran- diponegoro-perlawanan-raden-saleh-atas-karya-nicolaas-pieneman/  (diundah pada tanggal 3 Mei 2019)


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama