PERISTIWA DIMULAINYA PENEMUAN MEDIA CETAK ZAMAN KOLONIAL DI INDONESIA

 Dibuat oleh : Nora Sijabat (Mahasiswa PMM Universiats Jambi)




Penjajahan Belanda selama 350 tahun dan Jepang 3,5 tahun, meninggalkan bekas sejarah, begitupun dengan media massa yang ada pada saat itu. Media cetak bermunculan dengan ragam dan peranannya masing-masing. Periode Tahun 1744 - 1850 Diawali saat Gustav Willem van Imhoff sebagai Gubernur Jenderal (1743-1750) di Batavia, dia memprakarsai terbitnya surat kabar yang diberi nama Bataviasche Nouvelles, tepatnya tanggal 7 Agustus 1774. 

Surat kabar pertama di Batavia itu terbit mulai hari Senin, tanggal 10 Agustus 1774. Pada mulanya dicetak dan diterbitkan oleh Jacobus Bout, kemudian oleh Van Imhoff diberikan hak paten cetaknya kepada Jan Erdman Jordens. Media ini hanya bertahan selama dua tahun, dan ditutup serta dicabut izinnya oleh VOC pada 1746. 

Sebab musababnya, karena Van Imhoff tidak melaporkan keberadaan surat kabar tersebut kepada Heeren VII atau Dewan Tujuh Belas, yakni sebutan direktur VOC yang berjumlah 17 orang. Mereka menganggap Van Imhoff telah melanggar segi kerahasiaan VOC dan memberikan kebebasan pers di Batavia. Setelah menunggu selama 30 tahun sejak Bataviasche Nouvelles dibekukan, Gubernur Jenderal Petrus van der Parra (1761-1775) memberikan izin kepada Lodewijk Dominicus untuk mencetak dan menerbitkan Vendu Nieuws (1778-1796). 

Surat kabar mingguan yang berukuran folio ini banyak berisikan iklan atau berita lelang. Pada kepemimpinan Herman Willem Daendels (1808-1811) dilakukan reorganisasi besar-besaran bidang percetakan dan penerbitan, yakni membuat peraturan bidang cetak sekaligus mendirikan Percetakan Negara (Lands Drukkerij). Era Daendels juga terbit surat kabar yang bernama Bataviasche Koloniale Courant (1810-1811). 

Saat Inggris mengambil alih jajahan Belanda tahun 1811 dan Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Letnan, terbitlah surat kabar Java Gouvernment Gazette. Surat kabar berbahasa Inggris itu hanya bertahan sampai tahun 1816, setelah Inggris menyerahkan kembali tanah Jawa pada Belanda. Bataviasche Courant, surat kabar terbit tiga kali dalam seminggu oleh 's Lands Drukkery muncul pada tahun 1816 dan berakhir pada tahun 1828. Javasche Courant terbit di tahun 1828, menggantikan Bataviasche Courant yang sudah tutup. Redaksionalnya berisi berita Pemerintahan Belanda, berita lelang serta kutipan surat kabar di Eropa. Terdapat juga majalah yang bernama Tijdschrift voor Neêrland’s Indië (1838-1894). 

Majalah ini didirikan oleh Wolter baron van Hoëvell, berisikan kajian ilmiah tentang geografi, bahasa, budaya, dan artikel mengenai masyarakat dan politik. Pada periode ini media massa yang terbit bercirikan sebagai corong serta propaganda pemerintah Hindia Belanda, dan media iklan maupun lelang. 

Tidak hanya koran berbahasa Belanda, pada kurun itu ada koran yang berbahasa Melayu dan berisikan tentang Agama Islam, yakni Al Juab (1795-1801). Bianglala terbit pada tahun 1824 dengan penerbit Oglive & Co, Batavia dipimpin oleh Stefanus Sandiman dan Marcus Geto. Kemudian, Bianglala berganti nama menjadi Bintang Johar pada tahun 1874. Periode Tahun 1851-1950 Dari laman Nationale Bibliotheek, Koloniale kranten Indonesië, disebutkan bahwa pers setelah tahun 1850 menunjukkan kematangannya. Artikel berita serta opini yang disampaikan para jurnalis sangatlah kritis terhadap pelanggaran dan ketidak adilan pemerintah Hindia Belanda. Pers menjadi oposisi pemerintah kolonial saat itu. Selain itu diterangkan pada era itu, kota kota besar di Indonesia mempunyai paling sedikit satu media massa. Bataviaasch Nieuwsblad (1885-1957) media yang terbesar kala itu, dengan wilayah distribusi seluruh Indonesia dan dicetak di Batavia. Koran ini didirikan oleh PA Daum seorang wartawan dan penulis Belanda, terbit pertama kali pada 1 Desember 1885. 

Koran ini sangatlah popular karena inovatif dan mempekerjakan banyak orang terkenal saat itu, seperti, E. du Perron, Ernest Douwes Dekker dan Tjalie Robinson. Melalui koran inilah pergerakan Budi Utomo tahun 1928 diberitakan. Media konservatif yang terbit pada tahun 1851-1852 yakni Bataviaasch Advertentieblad. Koran ini adalah lembaran iklan dan diterbitkan oleh W.Bruining. Tidak hanya itu Bruining juga menerbitkan Bataviaasch Handelsblad (1858 – 1898), yakni koran yang berhaluan liberal. Selain itu, surat kabar yang diterbitkan di Batavia/Jakarta, De Nieuwsgier (1945-1947), De Vrije Pers (1948-1954), Toh Indo Nippo (1940), Voice of Nippon (1944), Het Dagblad (1945-1949) dengan penerbit Nederlandsche Dagbladpers. Adapun koran daerah lain pada saat itu, diantaranya De Oostpost terbit di Surabaya pada tahun 1853, penerbitnya Kolff and Company. Redaksionalnya berisi berita sastra, ilmiah dan iklan komersial. 

Pada tahun 1856, namanya dirubah menjadi Soerabaijasch Handelsblad dan tutup pada masa pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942. Di Tahun 1945, Soerabaijasch Handelsblad berdiri kembali dengan nama Nieuwe Courant. Semarang mempunyai koran lokal pada saat itu, yakni De Locomotief, berdiri tahun 1845, dengan penerbit De Groot, Kolff & Co. Sebelumnya surat kabar ini bernama Semarangsch Nieuws en Advertentieblad, dan di tahun 1863 berganti nama De Locomotief,bertepatan dengan kereta api pertama di Kota Semarang. Koran yang terbit di Kota Bandung pada tahun 1856-1957 bernama De Preangerbode. 

Selama 10 tahun pertama koran ini berganti nama menjadi Berita dan Iklan untuk Masyarakat Preanger, kemudian berubah lagi menjadi Surat Kabar Aktual. Dan di tahun 1957 berganti nama menjadi Harian Masyarakat Indo De Preangerbode . Koran lokal yang terbit di Sumatera, De Deli Courant (1885), De Sumatra Post yang terbit pada tahun 1898. Kemudian ada Sumatra Courant (1862-1900), Padangsch Nieuws en Advertentieblad (1860- 1862), Sumatera Bode (1902) dan Het Nieuwsblad voor Sumatra (1947-1957). Tidak ketinggalan di Makasar pada tahun 1894 terbit surat kabar Makassaarsch handelsblad, penerbitnya Brehme & Verdouw. Terdapat surat kabar dengan bahasa Cina, antara lain Sin Po ( 1910-1965), Sin Tit Po (Surabaya, 1929- 1939), Hong Po yang kemudian berubah nama menjadi Kung Yung Pao (1942-1945). Pada periode ini juga bermunculan koran yang berbahasa Melayu dan Jawa, antara lain : Bintang Timoer yang didirikan oleh Parada Harahap tahun 1926. Koran ini menjadi organ pergerakan Partai Indonesia (Partindo). Bromartani, surat kabar berbahasa dan tulisan Jawa, diterbitkan di Surakarta pada tahun 1855. Media ini dicetak oleh Harteveldt & Co dan mendapatkan dukungan penuh dari Pakubuwono VII. Koran berbahasa Melayu lainnya bernama Medan Prijaji, terbit di Bandung tahun 1907 sampai 1912. Surat kabar yang didirikan oleh Tirto Adhi Soerjo ini merupakan surat kabar nasional pertama, karena seluruh pekerjanya adalah pribumi asli Indonesia. Saat Jepang menguasai Indonesia pada tahun 1942, terjadi pergeseran dan perubahan aturan di bidang pers. Surat kabar yang terbit kala itu, antara lain : Asia Raya, koran resmi dari pendudukan militer Jepang di Indonesia dan diedarkan seluruh Indonesia (1942-1945), Tjahaja (Bandung), Sinar Baroe (Semarang), Sinar Matahari (Jogjakarta), Soara Asia (Surabaya).


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama